Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir mengungkapkan ada 7 perusahaan pelat merah yang saat ini masih berkinerja kurang sehat. Salah satu di antaranya yaitu, PT Krakatau Steel (Persero) Tbk. (KRAS) yang kerugiannya membengkak pada kuartal III-2024.
Mengutip keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia (BEI), hingga kuartal III tahun ini, rugi periode berjalan yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk KRAS membengkak menjadi US$ 185,2 juta. rugi tersebut naik 201,6% dari periode yang sama tahun 2023 yang sebesar US$ 61,4 juta.
Kerugian tersebut disebabkan oleh menurunnya pendapatan usaha per September 2024 sebesar 47,9% menjadi US$ 657,5 juta atau setara dengan Rp 10,17 triliun dari sebelumnya US$ 1,263 miliar. Beban pokok pendapatan pun juga turun menjadi US$ 593,2 juta dari sebelumnya US$ 1,156 juta.
Sehingga, laba kotor KRAS hingga kuartal III turun 39,8% menjadi US$ 64,2 juta atau setara dengan Rp994,73 miliar dari periode yang sama tahun 2023 yang sebesar US$ 106,7 juta.
Selanjutnya, dikurangi beban penjualan yang turun menjadi US$ 15,4 juta, beban umum dan administrasi turun menjadi US$ 69,5 juta, dan pendapatan operasi lainnya naik menjadi US$ 1,8 juta, maka rugi operasi kuartal III menjadi US$ 22,5 juta dari mencatat laba US$ 6,6 juta.
Erick mengatakan Krakatau Steel sudah direstrukturisasi pada 2019. Akan tetapi perusahaan sempat mengalami kebakaran dan mengganggu kinerja operasional secara menyeluruh.
"Kita sedang mencari jalan, apakah dengan kondisi yang hari ini, setelah kita bekerja sama dengan Posco dengan menghasilkan Krakatau Steel EBITDA yang positif, yang kebakaran ini apa perlu dikerjasamakan juga," kata Erick di Gedung DPK, Jakarta, Senin (4/11/2024).
Sebelumnya, Plt. Direktur Utama Krakatau Steel M. Akbar Djohan mengatakan meski demikian, dengan masih belum beroperasinya pabrik HSM#1 yang menjadi sumber pendapatan utama Perseroan, kinerja operasional masih membukukan rugi operasi sebesar US$ 22,54 juta atau setara Rp341,38 miliar.
Menurutnya, kinerja non-operasional, Perseroan masih tertekan dengan beban keuangan sebesar US$ 94,40 juta atau setara Rp1,46 triliun sebagai dampak dari masih tingginya utang restrukturisasi yang harus ditanggung Perseroan.
Selain itu kinerja dari Entitas Asosisasi dan Ventura Bersama masih memberikan kontribusi rugi sebesar US$ 44,16 juta atau setara Rp683,35 miliar serta rugi selisih kurs sebesar US$ 22,2 juta atau setara Rp342,53 miliar.
Dari sisi posisi keuangan, total aset per 30 September 2024 tercatat sebesar US$ 2,75 miliar atau setara Rp 42,62 triliun turun 3,33% dibandingkan posisi akhir tahun 2023 dan ekuitas turun 34,88% menjadi sebesar US$ 323,51 juta atau setara US$ 5,01 triliun.
Sedangkan total liabilitas naik 3,33% menjadi sebesar US$2,43 miliar atau setara dengan Rp37,61 triliun.
Dari sisi non operasional juga sedang diupayakan restrukturisasi utang lanjutan bisa diselesaikan segera pada akhir tahun 2024. Sehingga, diharapkan kinerja Perseroan tahun 2024 menjadi lebih baik dan keberlangsungan usaha Perseroan dalam jangka panjang tetap terjaga.
"Selain terus menjalankan inisiatif peningkatan kinerja pada tahun 2024, Perseroan juga akan turut aktif dalam program pembangunan infrastruktur Pemerintahan Presiden RI Prabowo Subianto dalam mendukung target pertumbuhan ekonomi nasional 8% dengan industri baja sebagai salah satu akselerator utamanya," pungkasnya.