Foto: Ilustrasi pinjol/Aristya Rahadian
Jakarta, CNBC Indonesia - Teror pinjaman online (pinjol) ilegal seringkali tak pandang bulu. Mulai dari teman, keluarga, atau bahkan bos orang yang berhutang mungkin pernah jadi korban teror dengan telepon atau dikirimi pesan untuk mendesak nasabahnya segera membayar.
Seorang advokat bernama Ori Rahman menceritakan pernah memegang kasus, ketika seorang duta besar di Jakarta menjadi korban teror karena anak buahnya meminjam di pinjol ilegal. Ori mengatakan kliennya saat itu adalah seorang ibu yang bekerja sebagai office girl di sebuah kedutaan besar di Jakarta.
"Seperti klien saya itu duta besarnya yang kemudian dihubungi untuk membayar," ujar Ori dalam paparannya di diskusi yang digelar Korpri 'ASN Hindari Pinjaman Online Liar' pada Selasa, (21/11/2023).
Dosen di Universitas Dirgantara Marsekal Surya ini menceritakan awalnya kliennya tersebut terjerat pinjaman online ilegal dan tidak mampu membayar. Menurut dia, teror bisa sampai menyasar ke duta besar karena aplikasi yang digunakan meminta izin akses kontak ke ponsel si ibu.
"Jadi dia benar-benar mencari orang yang bisa menekan nasabahnya ini," kata Ori.
Advokat yang kerap menangani kasus pinjol ilegal ini mengatakan, karena itulah si pinjol ilegal ini bisa sampai mendapatkan kontak bos dari kliennya, salah satunya adalah sang duta besar. Menurut dia, karena masalah ini dia sampai pernah menemani untuk bertemu dengan duta besar yang mendapatkan teror itu.
Si duta besar meminta agar masalah ini diselesaikan, karena dia tidak paham dengan hukum yang berlaku di Indonesia. "Itu sampai diminta oleh duta besar, salah satu duta besar yang ada di Jakarta ini untuk bertemu menyelesaikan masalah ini, karena dia bilang ini masalah hukum di Indonesia," ungkap Ori.
Dari kasus tersebut dan kasus lainnya, Ori menyarankan agar korban teror berani membuat laporan ke polisi. Menurut dia, selama ini para penagih pinjol ilegal leluasa meneror karena korban memilih lari dari masalah.
Padahal, kata dia, korban dapat membuat laporan ke polisi. Dia mengatakan praktik penagihan yang lazim dilakukan seperti menyebut nasabahnya dengan kata-kata kotor hingga menggunakan kontak telepon tanpa izin bisa dijerat pasal berlapis. Dia mengatakan tindakan tersebut telah melanggar Pasal 335 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tentang perbuatan yang tidak menyenangkan; UU perlindungan konsumen; hingga UU Informasi dan Transaksi Elektronik.
"Kita bisa melaporkan, tapi banyak orang bilang repot banget. Dari banyak kasus yang saya tangani karena ga mau repot akhirnya diam saja. Tapi itu pilihan ya, saran saya kalau meresahkan itu dilaporkan," katanya.