Foto: Ketua The Fed Jerome Powell. (AFP/SAUL LOEB)
Jakarta, CNBC Indonesia - Bank sentral Amerika Serikat (AS) The Federal Reserve (The Fed) menaikkan suku bunga acuan sebesar 25 basis points (bps) menjadi 5,25-5,5%. The Fed masih membuka kemungkinan kenaikan ke depan tergantung pada perkembangan data ekonomi.
Dengan kenaikan tersebut, suku bunga the Fed (The Fed Fund Rate/FFR) sudah naik sebanyak 11 kali dengan total kenaikan sebesar 525 bps sejak Maret 2022. Suku bunga di level 5,25-5,5% saat ini adalah yang tertinggi sejak 2001 atau 22 tahun terakhir.
Kenaikan suku bunga sebesar 25 bps sudah diekspektasi pasar. Kenaikan tersebut diharapkan menjadi yang terakhir tahun ini.
Namun, Chairman The Fed Jerome Powell dalam konferensi pers mengisyaratkan masih ada kemungkinan kenaikan suku bunga ke depan.
Dia menjelaskan keputusan suku bunga akan sangat tergantung pada data yang berkembang.
Sebagai catatan, The Fed baru akan menggelar pertemuan pada 19-20 September mendatang. Sebelum pertemuan tersebut, The Fed akan memiliki data pendukung yang lebih banyak yakni dua kali inflasi dan data pengangguran (Juli dan Agustus).
Dalam keterangannya usai menggelar rapat Federal Open Market Committee (FOMC), Powell mengingatkan jika inflasi saat ini masih jauh dari target The Fed.
Seperti diketahui, inflasi AS melandai ke 3% (year on year/yoy) pada Juni 2023 sementara tingkat pengangguran tercatat 3,6% pada Juni.
"Inflasi sudah berada dalam tingkat moderat tetapi proses menurunkan inflasi ke 2% masih lama," tutur Powell, dalam konferensi pers, dikutip dari CNBC International.
Powell mengingatkan masih terbuka bagi The Fed untuk menaikkan suku bunga ke depan jika datanya memang mengarah kepada pengetatan.
"Bisa saya katakan ada kemungkinan bahwa kami akan menaikkan suku bunga kembali di September jika datanya meyakinkan," tutur Powell.
Namun, Powell juga mengindikasikan ada peluang The Fed untuk menahan suku bunga ke depan jika datanya mendukung.
"Saya juga bisa katakan ada peluang bagi kami untuk memilih menahan suku bunga. Kami akan melakukan penilaian secara hati-hati dari meeting ke meeting," imbuh Powell.
Dalam konferensi pers, Powell juga mengatakan jika dirinya tidak melihat ada tanda-tanda resesi di AS. Menurutnya, perlambatan ekonomi AS hanya akan bergerak 'soft landing'.
Kenaikan sebesar 525 bps juga menjadi yang paling agresif sejak 1980an di mana pada saat itu AS juga tengah menghadapi inflasi tinggi karena lonjakan harga minyak.
"Indikator terbaru menunjukkan jika aktivitas ekonomi telah berjalan pada tahap moderat. Penciptaan lapangan kerja sudah kuat dan tingkat pengangguran tetap rendah. Inflasi masih meningkat," tulis pernyataan The Fed dalam website resmi mereka.
Dalam keterangan resminya, The Fed menjelaskan Komite akan mengevaluasi dampak pengetatan kebijakan moneter kepada ekonomi secara keseluruhan.
The Fed juga menjelaskan jika sistem perbankan AS tangguh dan baik. Kondisi kredit yang lebih ketat untuk rumah tangga dan bisnis akan membebani ekonomi, penciptaan lapangan kerja, dan inflasi. Dampak dari kondisi tersebut masih belum jelas. Komite masih memberi perhatian yang besar terhadap risiko inflasi.
"Komite akan mempertimbangkan dampak dari keseluruhan pengetatan kebijakan moneter, tertundanya dampak kebijakan moneter kepada aktivitas ekonomi dan inflasi, serta perkembangan sektor keuangan," tulis The Fed.