Foto: Ilustrasi dolar Amerika Serikat (AS). (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Pergerakan nilai tukar rupiah melawan dolar Amerika Serikat (AS) masih terpantau terus melemah ke atas level psikologis Rp15.000/US$. Merujuk pada data Refinitiv pada perdagangan kemarin, Senin (10/7/2023) mata uang Garuda ditutup ambles 0,40% secara harian menjadi Rp15.190/US$ di pasar spot.
Penutupan kemarin semakin memperparah pelemahan rupiah pada satu hari perdagangan sebelumnya, Jumat (7/7/2023) yang anjlok hingga 0,60% menjadi Rp15.130/US$. Dengan begitu, rupiah secara mingguan masih terjerembab di zona merah sebesar 1,24%.
Penguatan rupiah sejak awal tahun juga semakin tergerus menjadi 2,41% dibandingkan akhir pekan lalu yang masih bertahan di zona hijau sebesar 2,8%.
Ambruk-nya rupiah tak lepas dari aliran keluar dana asing akibat investor yang menarik diri dari pasar keuangan domestik, terutama di pasar Surat Berharga Negara (SBN). Menurut data Kementerian Keuangan menunjukkan kepemilikan SBN oleh investor asing per Jumat (7/7/2023) tercatat Rp843,09 triliun atau setara 15,38%. Nilai tersebut turun sekitar Rp3,8 triliun jika dibandingkan per akhir Juni yang sebesar Rp846,89 triliun atau setara porsi 15,51%.
Tak hanya itu, di pasar saham sejak awal bulan masih ramai pembagian dividen dan tak tanggung-tanggung ada 37 emiten yang melewati masa cum date hingga perdagangan kemarin. Kecenderungan investor ketika memasuki masa ex date akan menjual sahamnya karena sudah mengamankan hak-nya mendapatkan dividen.
Sependapat dengan hal tersebut menurut Ekonom Bahana Sekuritas, Satria Sambijantoro menyampaikan pelemahan 1% di rupiah dalam lima hari terakhir memang yang terdalam di Asia, dan kemungkinan besar ini disebabkan oleh ketatnya pengambilan valas domestik.
"Kami mencatat pengambilan valas untuk repatriasi dividen masih belum selesai, dan setara kembalinya siklus impor setelah lebaran, terutama impor migas. Ketatnya likuiditas valas domestik juga terlihat dari penurunan 2 miliar dolar dari cadangan devisa BI. Divergensi kebijakan moneter antara bank sentral global yang mayoritas "hawkish" dengan BI yang masih bersifat dovish juga berkontribusi pada pelemahan nilai tukar rupiah"," tutur Satria, kepada CNBC Indonesia.
Sebagai informasi, BI mencatat posisi cadangan devisa (cadev) periode Juni 2023 turun US$ 1,8 miliar menjadi US$ 137,5 miliar, dibandingkan bulan sebelumnya sebesar US$ 139,5 miliar. Penurunan cadev dipengaruhi oleh pembayaran utang luar negeri pemerintah.
Kendati demikian, posisi saat ini masih setara dengan pembiayaan 6,1 bulan impor atau 6,0 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta masih berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor.
"Bank Indonesia menilai bahwa cadangan devisa tersebut tetap mampu mendukung ketahanan sektor eksternal serta menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan" papar Kepala Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono, Jumat (7/7/2023).
Faktor eksternal juga masih menjadi penekan laju pergerakan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Kepala Departemen Pengelolaan Moneter Bank Indonesia (BI) Edi Susianto, mengungkapkan pelemahan rupiah terjadi karena faktor eksternal terutama dari AS dan China.
Edi merinci, pertama sentimen bank sentral AS The Federal Reserve (The Fed) diperkirakan masih akan hawkish bahkan menaikkan suku bunga acuan hingga dua kali di sisa akhir tahun ini. Kedua, yakni perkembangan data ekonomi di China yang berada di bawah ekspektasi pasar.
Kemarin negeri asal panda tersebut merilis data inflasi yang tidak bertumbuh atau 0%, lebih rendah dari perkiraan pasar yang proyeksi bisa tumbuh 0,2% secara tahunan.
Hal ini semakin menunjukkan ancaman deflasi yang kian dekat yang bisa menjadi indikator bahwa pertumbuhan ekonomi masih lesu.
Teknikal Rupiah
Dalam basis waktu per satu jam, pergerakan rupiah secara teknikal masih dalam tren naik yang berarti mata uang Garuda masih melanjutkan pelemahan-nya terhadap the Greenback. Oleh karena itu, perlu diantisipasi level resistance sebagai target terdekat pelemahan selanjutnya di posisi Rp15.210/US$. Angka ini didapatkan dari high candle yang sempat diuji pada perdagangan kemarin, Senin (10/7/2023).
Selain itu, ada posisi support yang perlu diperhatikan karena kecenderungan harga setelah mencapai resistance akan ada potensi bisa berbalik arah. Support terdekat yang potensi bisa disentuh ada di Rp15.170/US$ yang diambil berdasarkan rata-rata pergerakan selama 20 jam atau moving average 20 (MA20).
Foto: Tradingview Pergerakan rupiah melawan dolar AS |
CNBC INDONESIA RESEARCH
No comments:
Post a Comment