Foto: Layar digital pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Rabu (10/5/2023). (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Perusahaan holding bisnis omni-channel ritel dan media, PT Multi Garam Utama Tbk (FOLK) tengah melakukan penawaran umum perdana saham (initial public offering/IPO). Meski masih merugi, FOLK tetap harus membayar biaya manajemen hingga lebih dari Rp 3 miliar ke perusahaan milik Bong Chandra.
Perusahaan akan melepas sebanyak 570.000.000 saham biasa atas nama yang merupakan saham baru dengan nilai nominal Rp 20 per saham yang mewakili sebesar 14,44% dari modal yang telah ditempatkan.
Adapun harga yang ditawarkan kepada masyarakat dalam masa book building sekitar Rp 100 hingga Rp 105 per saham. Sehingga perseroan berpeluang akan mendapatkan dana segar maksimal senilai Rp59,85 miliar.
Kapitalisasi pasar (market cap) FOLK berpotensi berkisar Rp394,8 miliar hingga Rp414,5 miliar.
Pada 2022, laporan keuangan FOLK mencatat adanya peningkatan signifikan dalam laba tahun berjalan menjadi Rp5,2 miliar dari sebelumnya hanya Rp180 juta pada 2021. Kenaikan ini disebabkan oleh pertumbuhan pendapatan di 2022 menjadi Rp40,2 miliar, yang sebelumnya hanya Rp23,8 miliar pada 2021.
Namun, pada tanggal 31 Maret 2023, terjadi kerugian berjalan yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk sebesar Rp1,7 miliar. Padahal pada triwulan I-2022, FOLK masih membukukan laba yang dapat diatribusikan ke entitas induk Rp1,2 miliar.
Selain itu, rugi tahun berjalan mencapai Rp378,4 juta selama 3 bulan pertama 2023. Penurunan pendapatan menjadi Rp7,5 miliar pada periode ini menjadi salah satu penyebab dari kerugian ini, jika dibandingkan dengan pendapatan pada periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai Rp8,9 miliar.
Ditengah tanggungan rugi bersih tersebut, FOLK masih harus membayar pemberian jasa manajemen kepada sang induk PT Garam Ventura Indonesia (GVI) dengan nilai minimal Rp750 juta dan maksimal Rp3,2 miliar. Jumlah tersebut tidak termasuk PPh 23 yang dibayar setiap tahun.
Dalam perjanjian Jasa Manajemen No.GVI/MF/I-2020/001 pada 10 Januari 2020, GVI selaku Pihak Pertama memberikan jasa manajemen kepada FOLK selaku Pihak Kedua yang mencakup hal-hal berikut:
1) Pihak Kedua memberikan informasi dan dokumen, termasuk rencana kegiatan usaha, yang diperlukan untuk pelayanan yang baik.
2) Pihak Pertama menilai dokumen rencana kegiatan usaha dari segi keuangan, hukum, dan aspek terkait.
3) Pihak Pertama memberikan laporan penilaian kinerja dan uji tuntas atas kegiatan perusahaan secara menyeluruh.
4) Pihak Pertama melakukan pemantauan dan memberikan strategi serta kebijakan untuk mencapai tujuan kegiatan usaha yang berkelanjutan.
5) Pihak Pertama menganalisis kinerja Pihak Kedua dan memberikan rekomendasi dari kegiatan usaha yang dilaksanakan.
Informasi saja, GVI, bersama dengan PT Sumber Garam Pratama (SGP), merupakan pemegang saham mayoritas dan pengendali FOLK. Pasca-IPO (belum termasuk realisasi waran), GVI akan menguasai 19,71% saham dan SGP 46,30% saham FOLK.
Adapun, Danny Sutradewa dan Bong Chandra selaku pengendali tidak langsung dan pemilik manfaat FOLK.
Dalam prospektus IPO, Bong Chandra memiliki 30,00% saham di Garam Ventura Indonesia sekaligus menjabat sebagai komisaris di perusahan tersebut. Sedangkan, Danny Sutradewa miliki 35,00% saham perusahaan. GVI sendiri menguasai 27,59% saham SGP.
Selain sebagai Komisaris Utama FOLK, Bong Chandra dikenal sebagai pendiri dan Direktur PT Perintis Triniti Properti Tbk sejak 2009 silam.
Multi Garam Utama atau FOLK Group menaungi media kalangan anak muda seperti Creativox dan USS Feed.
Mengutip prospektus awalnya, Multi Garam Utama disebut bergerak untuk membangun ekonomi kreatif, melalui media, brand, dan intelektual property dengan misi untuk membangun ekosistem yang scalable dan sustainable dengan berkolaborasi aktif dengan
Dengan target pelanggan generasi milenial dan generasi Z, perusahaan melayani pelanggan melalui ekosistem yang komprehensif terdiri dari: New Age Media Commerce dan Omni-Channel Retail Brands.
CNBC INDONESIA RESEARCH