Foto: Infografis/ 45 Negara Resmi resesi, Ri Di Ujung Tanduk
- Pasar keuangan Indonesia sedang ikut bergejolak akibat dari isu geopolitik global yang berlangsung.
Kecemasan akan resesi, ditambah dengan inflasi di dalam negeri yang semakin meninggi membuat pasar saham dilanda aksi jual. Rupiah juga terkena imbasnya, tetapi pasar obligasi masih bervariasi. PT BESTPROFIT
Ancaman resesi dunia semakin menjadi nyata akibat tingginya inflasi. Aset-aset berisiko pun rontok belakangan ini. Kepala ekonom global Citigroup, Nathan Sheets, mengatakan risiko dunia mengalami resesi kini sebesar 50% dalam 18 bulan ke depan. BEST PROFIT
"Ekonomi global terus dilanda guncangan supply yang parah, yang membuat inflasi meninggi dan pertumbuhan ekonomi melambat. Tetapi, kini dua faktor lagi muncul, yakni bank sentral yang menaikkan suku bunga dengan sangat agresif serta demand konsumen yang melemah," kata Sheets sebagaimana dilansir Yahoo Finance, belum lama ini.
Berdasarkan model yang dibuat, Sheet melihat produk domestik bruto (PDB) dunia di tahun ini akan tumbuh 2,3%, turun dari sebelumnya 2,6%, sementara untuk 2023 sebesar 1,7% turun dari proyeksi sebelumnya 2,1% BESTPROFIT
PT BESTPROFIT FUTURESBPF
"Kami menyimpulkan bank sentral menghadapi tantangan yang sangat berat dalam menurunkan inflasi. Berkaca dari sejarah, langkah yang digunakan untuk menurunkan inflasi memberikan dampak buruk ke perekonomian, dan kami saat ini melihat probabilitas hampir 50% dunia akan mengalami resesi. Bank sentral sejauh ini belum menerapkan kebijakan soft landing atau pelambatan ekonomi tanpa memicu inflasi dalam proyeksi mereka, begitu juga dengan yang kami lihat," tambah Sheets.
Analis memberikan saran divestasi investasi melihat dunia menuju resesi. Menghadapi ancaman resesi, Anthony Watson, founder dan presiden Thrive Retirement Specialist di Michigan sebagaimana dikutip menyarankan melakukan divestasi investasi.
Menurutnya, dalam kondisi resesi, value stock atau saham-saham yang dinilai memiliki harga terlalu rendah ketimbang kinerja keuangannya, akan lebih menguntungkan ketimbang growth stock.
"Value stock cenderung unggul ketimbang growth stock ketika memasuki resesi," kata Watson sebagaimana dilansir CNBC International, Sabtu (2/7/2022).
Selain itu, ia juga menyatakan bisa mempertimbangkan masuk ke obligasi, sebab selain lebih aman ketimbang saham, imbal hasil (yield) yang ditawarkan kini cukup tinggi.
Kenaikan suku bunga yang dilakukan bank sentral membuat yield obligasi cenderung akan menanjak. Hal ini tentunya memberikan keuntungan, apalagi obligasi merupakan aset yang lebih aman ketimbang saham.
Selain obligasi, emas yang secara tradisional menjadi aset lindung nilai terhadap inflasi juga bisa menjadi pilih investasi. Awal Maret lalu emas sempat melesat ke US$ 2.069/troy ons dan nyaris memecahkan rekor tertinggi sepanjang masa.
Namun setelahnya justru melempem dan kini diperdagangkan di dekat US$ 1.800/troy ons. Seandainya dunia mengalami resesi, apalagi jika kebijakan bank sentral gagal menurunkan inflasi dengan cepat, maka emas punya potensi kembali melesat. Jakarta, CNBC Indonesia
No comments:
Post a Comment