Foto: Suasana perumahan subsidi pemerintah di Kawasan, Ciseeng Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Senin, (19/2/2024). (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Pejuang KPR bersubsidi dapat tetap merasa tenang meskipun Bank Indonesia (BI) telah menaikkan suku bunga acuannya ke level 6,5%. Sebab, kebijakan tersebut tidak akan berpengaruh pada nasabah KPR bersubsidi. Artinya, masyarakat berpendapatan rendah yang masih memiliki angsuran perumahan tidak perlu cemas.
Direktur Utama PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. (BBTN) Nixon L.P. Napitupulu mengatakan, bagi nasabah KPR subsidi tidak akan terpengaruh oleh kenaikan suku bunga acuan BI karena beban kenaikan bunganya ditanggung oleh pemerintah.
"Jadi kalau KPR subsidi, it's a good news sebenarnya. KPR subsidi FLPP tidak ngaruh apa-apa, karena dananya udah jauh udah ditaruh, bunganya sama, tak berubah," ujarnya di Menara BTN Jakarta, Kamis (25/4).
Namun, dampak kenaikan suku bunga BI akan terasa pada nasabah KPR non subsidi. Pihaknya tidak menutup kemungkinan untuk menaikkan bunga. Namun untuk saat ini belum ada rencana untuk menaikkan KPR non subsidi.
"Di KPR non-subsidi memang isunya adalah bagaimana kami bisa menaikkan bunga. Nah, kami juga mesti ngitung. Menjadi bankers ini kan gak gampang juga, gak kayak matematik. Bunganya naik, kita ikutin naik gak? Belum tentu, Bapak-Ibu juga bisa lihat ya. Kecuali Ibu naik dari fixed ke floating, hanya karena itu aja," jelasnya.
Nixon menambahkan, untuk nasabah KPR komersial dengan skema floating, pihaknya belum tentu akan menaikkan bunga dalam waktu dekat. "Tapi buat itu floating, kita jarang naikin. Kenapa? Karena nanti call 2-nya naik. Waktu kita ngitung angsurannya nasabah, kan kita udah ngitungnya akurat gitu loh. Naik beban bunganya sedikit aja, jadi call 2. Kurang bayar," ucapnya.
Selain itu, Nixon juga mengungkapkan, untuk perumahan bersubsidi tidak akan terpengaruh oleh kenaikan kurs. Sebab, semua material dan bahan baku pembangunan rumah bersubsidi menggunakan bahan baku dalam negeri. Jika terkena dampak pun tidak akan besar.
"Rumah-rumah ini gak pakai panel-panel elektronik yang canggih, yang mahal itu Bapak-Ibu. Gak pakai lift. Ya, rumah Rp 300-400 juta. Itu batakonya dalam negeri. Pasirnya dalam negeri. Semennya dalam negeri. Gentengnya dalam negeri. Kayunya dalam negeri. Besinya dalam negeri. Pakunya dalam negeri. Tukangnya mas-mas Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur," sebutnya.
"Artinya kalau di perumahan sederhana dan subsidi ini, 90% of the material is local content.Sehingga kalau ditanya apakah ada dampak inflasinya, saya jawab pasti ada.
Apakah besar? Jawabannya kecil," pungkasnya.
No comments:
Post a Comment