- Satgas Waspada Investasi (SWI) menyebut kegiatan pamer harta atau flexing yang biasa dilakukan influencer dapat menjadi modus terselubung untuk mengajak masyarakat agar masuk ke dunia investasi ilegal.
Ketua SWI Tongam L Tobing berkata, jeratan investasi ilegal melalui flexing bisa terjadi lantaran masyarakat cenderung tertarik dengan kegiatan pamer harta. Ketertarikan ini membuat mereka akhirnya ingin mendapat kekayaan dengan cara instan dan akhirnya memilih investasi ilegal. PT BESTPROFIT
"Kegiatan-kegiatan flexing ini bisa menjadi modus untuk memberikan pemahaman bahwa dia (influencer) juga sangat untung dalam investasi binary option. Tapi tidak disadari bahwa binary adalah kegiatan tebak-tebakan seperti perjudian, tidak ada yang diperdagangkan di sana, dan bukan sarana investasi," kata Tongam dalam Siaran Langsung Instagram OJK 'Rabu Bersama Jubir', Rabu (16/3/2022).
SWI lantas mengingatkan masyarakat agar tidak mudah teperdaya kegiatan pamer harta influencer. Tongam berkata, tidak ada kesuksesan yang bisa diraih secara instan. BEST PROFIT
"Kalau sudah dirugikan kami mendorong lapor ke polisi agar bisa diproses hukum," ujarnya.Dia juga menyarankan masyarakat yang menemukan kegiatan terindikasi investasi ilegal untuk melaporkannya ke surel resmi SWI di waspadainvestasi@ojk.go.id. Nantinya, SWI akan langsung memproses laporan masyarakat dan memblokir kegiatan investasi ilegal terkait. BESTPROFIT
Pada kesempatan yang sama, Tongam juga mengimbau masyarakat untuk selalu memperhatikan legalitas dan logika (2 L) dari sebuah kegiatan investasi sebelum mulai terlibat di dalamnya. Tanpa memperhatikan 2 L tersebut, masyarakat rentan terjerumus kegiatan investasi ilegal.
Menurutnya, salah satu ciri utama kegiatan investasi ilegal adalah tidak memiliki legalitas yang jelas untuk beroperasi di Indonesia.
"Cek legalitasnya, izin kegiatannya, kalau koperasi cek di Kemenkop, perdagangan cek di Kemendag, keuangan cek di OJK, travel dan umroh cek di Kemenag. Kalau tak ada legalitas jangan ikuti," kata Tongam. PT BESTPROFIT FUTURES
BPFDia juga menyebut, sisi logis dari penawaran investasi harus dipikirkan masyarakat. Contohnya, Tongam menyebut sangat tidak masuk akal jika ada tawaran investasi yang menawarkan keuntungan tetap dan mengklaim tanpa risiko.
Selain itu, Tongam juga menyebut tak logisnya penawaran investasi yang berkedok penjualan rumah dengan pohon kurma yang menjanjikan imbal balik hingga Rp 100 juta per tahun.
"Rasionalitas ini harus kita bangun. Investasi yang aman tentu tergantung profil risiko kita. Kalau ingin jangka panjang bisa beli properti atau kalau risiko tinggi bisa beli saham atau reksa dana. Yang pasti cek 2 L itu kalau mau investasi dan kita mau yang mana bisa dilihat dari otoritas masing-masing," tuturnya.
Jakarta, CNBC Indonesia