Jakarta, Beritasatu.com - Nilai tukar rupiah masih rentan terkoreksi di tengah aksi demonstrasi yang belum mereda. Mata uang Garuda diperkirakan bergerak volatil di kisaran Rp 16.300-Rp 16.500 per dolar Amerika Serikat (AS).
Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede menjelaskan, gejolak sosial politik berupa demonstrasi besar di Jakarta dan sejumlah daerah telah meningkatkan persepsi risiko investor. Kondisi ini mendorong aksi jual investor asing di pasar obligasi maupun saham.
Ia menambahkan, kepercayaan investor terganggu akibat ketidakpastian politik. Demonstrasi yang dipicu isu kenaikan tunjangan anggota DPR, serta insiden meninggalnya seorang pengemudi ojek dalam bentrokan, memperbesar kekhawatiran bahwa kondisi sosial bisa memburuk dan membebani keuangan negara.
“Pasar merespons dengan pelemahan rupiah, lonjakan yield obligasi pemerintah, dan koreksi tajam di pasar saham," ujar Josua kepada Beritasatu.com pada Senin (1/9/2025).
Josua memandang, kekhawatiran pasar semakin besar karena kerusuhan dinilai berpotensi mengganggu stabilitas fiskal sekaligus menekan agenda ekonomi pemerintah. Situasi ini diperburuk oleh lonjakan permintaan dolar menjelang akhir bulan (end month dollar demand), yang secara musiman memang cenderung meningkat.
Atas kondisi tersebut, Josua menilai pergerakan rupiah saat ini masih cenderung rentan. Selama demonstrasi berlangsung dan ketidakpastian politik belum mereda, volatilitas akan tetap tinggi.
“Selama sentimen domestik masih panas, rupiah kemungkinan akan bergerak terbatas di kisaran lemah dengan volatilitas mengikuti dinamika politik dan arus modal asing,” jelasnya.
Meski demikian, Josua melihat peluang penguatan rupiah tetap terbuka apabila eskalasi segera diredam dan faktor eksternal relatif stabil. Prospek penurunan suku bunga The Fed juga berpotensi mengurangi tekanan pada mata uang emerging markets, termasuk rupiah.
"Jika ketegangan sosial mereda, ruang apresiasi terbuka kembali ke area Rp 16.200-Rp 16.300, didukung intervensi Bank Indonesia (BI) dan cadangan devisa yang memadai," sebutnya.
Menurut Josua, peran BI menjadi krusial dalam menjaga stabilitas rupiah. BI sendiri telah menegaskan akan terus hadir di pasar melalui intervensi di berbagai instrumen, mulai dari spot valas, obligasi, hingga NDF onshore dan offshore.
Selain itu, konsistensi komunikasi kebijakan juga diperlukan agar pasar melihat kredibilitas dalam menjaga stabilitas. Namun jika tekanan berlanjut, BI dapat memperkuat operasi moneter jangka pendek, menambah likuiditas dolar, serta memperkuat koordinasi dengan pemerintah untuk menenangkan pasar.
“Outlook rupiah ke depan sangat bergantung pada stabilitas domestik. Semakin cepat demonstrasi mereda, semakin cepat pula rupiah kembali ke jalur stabil sesuai fundamental ekonomi,” pungkas Josua.
Adapun berdasarkan data Bloomberg, Senin (1/9/2025) pukul 10.50 WIB, rupiah berada di posisi Rp 16.490 per dolar AS. Rupiah sedikit menguat dari posisi penutupan akhir pekan lalu di Rp 16.499 per dolar AS.