Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Lebih dari setahun berlalu sejak laporan polisi pertama, kasus dugaan penggelapan dana yang menyangkut anggota bursa (AB) PT UOB Kay Hian Sekuritas belum juga mendapat titik terang.
Pengacara korban Sakti Manurung mengatakan, korban kasus UOB Kay Hian tersebut berjumlah sebanyak 12 orang. Adapun total kerugiannya mencapai lebih dari Rp50 miliar.
Sakti mewakili para korban pertama kali membuat laporan ke polisi pada tanggal 20 Juni 2022 atas dugaan tindak pidana penipuan dan/atau penggelapan serta dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang dengan nomor LP/B/0296/VI/2022/SPKT/BARESKRIM POLRI. Baru pada 29 Juni 2022 laporan ini di limpahkan ke Polda Metro Jaya Subdit II Fiskal, Moneter dan Devisa (Fismondev) Unit 4.
Lantas bagaimana kronologi kasus dugaan penggelapan dana yang menyangkut UOB Kay Hian Sekuritas?
Perkara hukum terhadap anggota bursa ini bermula ketika para nasabah menyetorkan uangnya ke rekening yang diketahui atas nama UOB Kay Hian Pte Ltd dan PT UOB Kay Hian Sekuritas untuk membeli produk investasi jenis Obligasi. Produk ini ditawarkan oleh oknum yang mengaku sebagai karyawan di PT. UOB Kay Hian Sekuritas.
"Namun akhirnya diketahui bahwa uang yang disetorkan oleh para korban tidak dibelikan obligasi malah kemudian rekening atau uangnya di blokir dan sampai sekarang uang tersebut tidak dikembalikan kepada para korban," ungkap Sakti dalam keterangan yang diterima CNBC Indonesia, Minggu, (23/7/2023).
Selepas pelaporan polisi, kuasa hukum beserta beberapa orang perwakilan dari korban sudah pernah melakukan pertemuan dengan pihak PT. UOB Kay Hian Sekuritas di kantornya, dan Direktur Utama PT UOB Kay Hian Sekuritas turut hadir pada pertemuan tersebut.
Dalam pertemuannya, UOB Kay Hian Sekuritas berjanji akan melakukan audit untuk melakukan penyelesaian terhadap permasalahan ini, namun sampai saat ini belum ada laporan hasil audit atas perkara tersebut.
Dalam beberapa pertemuan, PT UOB Kay Hian Sekuritas berdalih bahwa para korban mentransfer dananya ke 'nomor reff' sehingga uangnya masuk ke 6 perusahaan milik oknum karyawan.
"Padahal seyogyanya proses transfer dana hanya perlu nomor rekening penerima dan nama rekening penerima saja, sementara itu semua sudah dibuktikan dengan adanya bukti-bukti transfer yang dimiliki oleh para korban dan sudah kami serahkan kepada penyelidik," ujar Sakti.
Terbaru, pada musyawarah terakhir di bulan Juni 2023, pihak UOB Kay Hian Sekuritas menyampaikan bahwa uang para korban tidak berada di UOB Kay Hian Sekuritas melainkan berada di oknum karyawan UOB Kay Hian Sekuritas.
Akan tetapi, alasan ini dipertanyakan pata korban karena pembekuan (freeze) terhadap rekening penerima uang yang disetor oleh para korban adalah pihak UOB Kay Hian Sekuritas.
"Berarti siapa yang berkuasa atas "rekening penampungan" uang para korban tersebut?," pungkasnya.
Dipaparkan juga, pihak UOB Kay Hian Sekuritas pernah menyampaikan akan memerintahkan oknum karyawan tersebut untuk mengembalikan uang para korban secara utuh, namun sampai saat ini tidak ada realisasinya.
Sementara itu, Sakti pun menilai proses penyelidikan hanya berkutat pada pemanggilan ulang saksi-saksi saja dan pengumpulan alat bukti berulang-ulang. Padahal, pihak kuasa hukum korban sudah berulang kali memberi data bukti pendukung dan memenuhi panggilan saksi kepada tim penyidik.
"Pada kesempatan ini, kami meminta sekaligus mendesak Bapak Kapolri dan Bapak Kapolda Metro Jaya yang baru supaya memonitor kasus ini, karena penanganan kasus ini sangat janggal," tambah Ali Amsar Lubis yang juga sebagai Advokat dari LQ Indonesia Law Firm.