Jakarta, CNBC Indonesia - Dolar Amerika Serikat (AS) sempat mendekati level Rp 16.500. Kini mata uang Negeri Paman Sam tersebut masih bertahan di posisi Rp 16.000.
Kondisi ini mengingatkan pada kondisi krisis 1998, di mana dolar mencapai Rp 16.800, naik berkali-kali lipat dalam waktu singkat.
Kala itu Indonesia dalam masa pergantian pemerintahan seiring dengan runtuhnya era Orde Baru yang dipimpin Soeharto.
BJ Habibie menjadi presiden pertama yang memimpin Indonesia setelah kejadian tersebut. Di bawah kendali penemu Crack Theory di bidang penerbangan ini berhasil membuat rupiah menguat.
Habibie yang hanya memimpin Indonesia selama 1 tahun 5 bulan tercatat membuat rupiah menguat 34% terhadap dolar AS, dari Rp 16.800 menjadi Rp 7,385 per dolar AS.
Salah satu yang dilakukan adalah melakukan paket restrukturisasi perbankan, yakni membangun kembali bank sehat pada 21 Agustus 1998, dengan melakukan merger beberapa bank baru yang kuat seperti Bank Mandiri.
Pemerintah juga memisahkan Bank Indonesia (BI) dari pemerintah. Membuat BI menjadi lembaga independen dan mendapatkan lagi kepercayaan.
Hasilnya Habibie bisa meyakinkan pasar global. Selain itu juga menghilangkan tekanan pada rupiah tanpa intervensi BI, yang kala itu belum punya kewenangan stabilisasi rupiah.
Adapun dilansir dari Refinitiv, rupiah ditutup menguat 0,31% di angka Rp16.275/US$ pada Jumat (5/7/2024). Apresiasi ini telah terjadi sejak 3 Juli 2024.
Sementara itu secara mingguan, rupiah juga menguat 0,58% atau selaras dengan pekan sebelumnya yang juga berada di teritori positif 0,46%. DXY pada pukul 15:52 WIB melemah 0,14% di angka 104,97. Angka ini lebih rendah dibandingkan posisi kemarin yang berada di angka 105,13.