Jakarta, CNBC Indonesia - PT Pratama Abadi Nusa Industri Tbk (PANI), yang telah berganti nama menjadi PT Pantai Indah Kapuk Dua Tbk. mengangkat taipan legendaris yang kerap disebut bagian dari 'Sembilan Naga', Sugianto Kusuma alias Aguan, sebagai direktur utama perusahaan.
Sosok pemilik perusahaan properti Agung Sedayu Group tersebut resmi menjadi bos PANI melalui Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) pada Senin (19/6/2023).
Aguan menggantikan Prili Budi Pasravita Soetantyo sebagai Direktur Utama PANI yang sebelumnya.
Selain Prili, Fredyanto Oetomo juga terdepak dari jajaran Direksi PANI yang terbaru. Hanya Ipeng Widjoyo yang masih terdaftar sebagai Direktur PANI dalam hasil RUPST tersebut.
Sementara itu, Erick Tonny Tjandra keluar dari kursi Komisaris Utama dan digantikan oleh Susanto Kusumo. Selain dia, Surya Pranoto Budihardjo, dan Supriyatno juga masuk dalam daftar jajaran komisaris yang diganti.
Sebagai informasi, PANI dimiliki oleh PT Multi Artha Pratama (MAP) yang mengakusisi perusahaan pada 2021 dengan nilai transaksi Rp54,12 miliar.
Sementara, PT MAP sendiri diketahui dimiliki oleh PT Agung Sedayu dan PT Tunas Mekar Jaya dengan kepemilikan saham masing-masing sebesar 50%. Setelah lebih dari setahun diakuisisi, Pratama Abadi Nusa Industri resmi berganti nama menjadi Pantai Indah Kapuk Dua. Adapun kode emiten perusahaan masih tetap, yakni PANI.
Sebelumnya, Pratama Abadi merupakan perusahaan pembuat kaleng untuk kemasan lem atau minyak. Pembuatan kaleng ini dibuat berdasarkan pesanan.
Kini, PANI memfokuskan diri menjadi salah satu pengembang properti di Jakarta Utara. Bertempat di Pantai Indah Kapuk 2 yang mengusung filosofi gaya hidup yang dinamis dan modern dengan inovasi yang dikembangkan mengikuti perkembangan pasar.
Praktis, akuisisi tersebut semakin memperkuat posisi Agung Sedayu besutan Aguan di pasar properti Tanah Air, terutama kawasan elite Jakarta.
Dari Jaga Gudang sampai Jadi Konglomerat
Aguan, yang juga dikenal sebagai Guo Zaiyuan terbilang sosok yang misterius. Informasi mengenai kehidupan pribadinya terbatas. Namun demikian, sejumlah sumber menyebut, dia lahir pada 1951.
Sedari kecil, pria kelahiran Tionghoa tersebut kerap berpindah-pindah dari satu daerah ke daerah lain. Dia pernah tinggal di Palembang sebelum akhirnya pindah ke Jakarta pada 1965 dalam keadaan putus sekolah.
Dalam buku "9 Jalan Pengusaha: Kisah dan Inspirasi Pengusaha Tangguh Indonesia" karangan Adi Putera Widjadja (2013), awal keterlibatannya dalam dunia bisnis dimulai ketika bekerja sebagai penjaga gudang dan asisten di kantor perusahaan impor. Secara bertahap, dia naik jabatan menjadi pengurus administrasi perusahaan.
Titik balik dalam kehidupan Aguan terjadi ketika dia bertemu dengan seorang pemborong bangunan. Pertemanannya dengan pemborong tersebut membuat Aguan belajar tentang bisnis properti dan pada 1971 dia memulai bisnis sendiri yang menjadi cikal bakal Agung Sedayu Group.
Bisnis Aguan berkembang di bidang kontraktor rumah dan toko-toko kecil. Beruntung, Aguan mengembangkan bisnisnya pada saat situasi politik dan ekonomi membaik. Sebagai akibatnya, dalam waktu 10 tahun, perusahaannya berkembang pesat. Proyek pertamanya adalah Harco Mangga Dua.
Bisnis Aguan semakin berkembang ketika dia bertemu dengan Tommy Winata (TW). TW juga seorang pengusaha Tionghoa, namun dia memiliki hubungan yang dekat dengan militer, termasuk para jenderal, salah satunya Try Sutrisno. Dalam buku "Asian Godfathers" (2007), Joe Studwell menyebut TW sebagai pembesar baru pada abad ke-21.
Aguan dan TW memiliki kesamaan dalam sektor usaha. Selain bidang perbankan, TW juga aktif dalam bisnis properti. Karena kesamaan ini, mereka bekerja sama. Seiring berjalannya waktu, kerjasama yang kuat ini menghasilkan pengembangan kawasan real estate besar seperti Pantai Indah Kapuk, Kelapa Gading, dan juga kawasan perkantoran elite, seperti SCBD Sudirman.
Pembangunan kawasan-kawasan ini jelas membuat Agung Sedayu semakin besar dan namanya semakin dikenal. Hal yang sama juga terjadi pada TW. Melalui jaringan konglomerasi yang dibangunnya, Artha Graha Network, namanya semakin besar. Keduanya secara otomatis memperoleh keuntungan yang melimpah pula.
Kini, dengan bendera Agung Sedayu Group, Aguan memiliki lebih dari 50 portofolio properti kakap, mulai dari 18 city & township macam Green Lake City, Green Mansion, Sedayu City Kelapa Gading, PIK2; 16 high rise building, seperti District 8, Ancol Mansion, Menteng Park Residence.
Kemudian, Agung Sedayu Group juga memiliki 12 hotel & resort, seperti All Sedayu, Harris Puri, MERCURE Jakarta Pantai Indah Kapuk, The Langham Jakarta, Pesona Alam Resort &Spa. Selanjutnya Agung Sedayu memiliki 7 mal, di antaranya Astha District 8, Darmawangsa Square, Mall of Indonesia, PIK Avenue; dan 3 area commercial & industri, seperti Green Sedayu Bizpark Cakung.
Besarnya kepemilikan properti milik Aguan bahkan membuat aktivis Sri Bintang Pamungkas dalam Ganti Rezim Ganti Sistim (2014), menyebutnya sebagai bagian dari 'Sembilan Naga'.
Menurut Bintang, 'Sembilan Naga' adalah istilah untuk menyebut pengusaha yang menguasai ekonomi Indonesia. Istilah ini lahir berkat simbiosis mutualisme Orde Baru dan pengusaha.
Kendati banyak nama yang bermunculan di media dan internet-mulai dari Robert Budi Hartono, James Riady, Tommy Winata hingga Anthoni Salim--tidak diketahui secara pasti siapa saja sosok 9 Naga tersebut.
CNBC INDONESIA RESEARCH