Foto: Infografis/ Fakta-Fakta 'Kiamat' di Inggris, Ada Krisis Biaya Hidup/ Ilham Restu
Jakarta, CNBC Indonesia - Berbagai ajaran keagamaan atau kepercayaan memberi kepastian tentang hari akhir atau kiamat. Saat fase itu tiba, menurut salah satu aliran agama, akan terjadi kehancuran alam semesta secara massal. Sedangkan, kepercayaan lain juga bilang kemunculan fase itu ditandai dengan lazimnya kesengsaraan di muka bumi.
Namun, terlepas dari perspektif keagamaan, tanda kiamat yang merujuk pada kehancuran hidup manusia memang makin nyata.
Berbagai peristiwa seperti kemunculan wabah penyakit, aksi terorisme, bencana alam, perang berkepanjangan, naik-turunnya ekonomi global, dan perubahan iklim menjadi hal yang kita rasakan beberapa waktu terakhir.
Jika salah satu atau semua dari kejadian tersebut terjadi, apalagi dalam waktu bersamaan, maka kehidupan manusia pasti tidak lagi sama, alias hancur berantakan. Karena kehidupan sangat dinamis dan tidak bisa ditebak, maka cara terbaik untuk menghadapi itu semua adalah 'berdamai' dengan kiamat.
Dalam laporan The New Yorker pada 2017, upaya 'perdamaian' ini sebenarnya sudah banyak dilakukan oleh orang kaya di Amerika Serikat. Mereka mulai menyusun skenario kiamat, seperti membangun bunker, pindah rumah, membeli banyak amunisi, dan lain sebagainya. Bahkan, ada investor yang memulai pembangunan bunker sebagai lahan bisnis baru.
Kendati demikian, dalam menghadapi kehancuran bumi ini, seseorang baik kaya atau biasa-biasa saja, perlu menyiapkan hal ini agar bisa memperoleh keuntungan dan bertahan hidup.
Ekonom senior dari Economic Innovation Group, Adam Ozimek, di Forbes menyebut, setiap orang perlu berinvestasi di logam mulia, khususnya emas, untuk mempersiapkan skenario kehancuran bumi di waktu yang tidak diketahui.
Langkah antisipasi bencana ini mengacu pada pengalaman sejarah. Bahwa di masa lalu sebelum konsep mata uang terbentuk, orang-orang melakukan transaksi dengan logam mulia. Alhasil, ketika terjadi bencana yang berdampak pada runtuhnya pemerintahan dan kejatuhan ekonomi, maka manusia perlu mengulangi cara tersebut.
Terlebih, laman Daily Investor menjelaskan berinvestasi emas untuk kekacauan dipilih karena nilainya yang lebih aman dan tahan lama meski harganya kerap berfluktuasi. Kendati demikian, investasi emas punya kelemahan.
Adam Ozimek menjelaskan saat pemerintahan kolaps, maka semua orang akan mencari cadangan emas yang disimpan bank dan negara. Alhasil, seluruh pasokan emas, yang jumlahnya ribuan ton itu, bakal akan ludes dan jatuh ke tangan orang sembarangan.
Pada titik inilah, Jordan Weissmann di The Atlantic menjelaskan, bahwa emas bakal tidak berguna. Alasannya karena nilai emas bakal terjun drastis dan orang-orang akan mencari barang yang lebih berguna untuk menopang kehidupan, ketimbang menyimpan emas untuk transaksi, atau tujuan dekoratif.
Akibat emas memiliki kelebihan dan kekurangan, Adam Ozimek menyarankan investasi lain supaya manusia bisa bertahan saat kiamat, yakni investasi otak.
Saat kehancuran terjadi, manusia perlu memiliki keterampilan di bidang pertanian, mekanika, dan medis. Dengan kombinasi ketiga keterampilan itu, dipercaya manusia bakal bisa bersaing dan mempertahankan kehidupan di kondisi-kondisi darurat luar biasa. Apalagi, jika seluruh kemampuan itu ditunjang oleh keterampilan militer atau bela diri yang baik.
Memang, untuk mempelajari itu semua butuh waktu. Alhasil, kata Adam, "daripada mencoba menjadi mandiri, lebih baik berteman dengan orang-orang yang memiliki keterampilan tersebut."
Nantinya, akan terbentuk kelompok survivalisme yang diisi oleh orang profesional di bidangnya, sehingga nanti bakal terjadi saling ketergantungan antar sesama demi satu tujuan bersama.
Keputusan mempersiapkan diri menghadapi bencana pada dasarnya tidak ada yang salah. Sebab, ketika kehancuran terjadi, hanya diri sendiri dan kelompok yang bisa diandalkan.
No comments:
Post a Comment