Jakarta, CNBC Indonesia - Perusahaan penyedia pinjaman online (Pinjol) Peer to Peer (P2P) lending PT Investree Radhika Jaya (Investree) dilanda permasalahan kredit macet yang bercabang menjadi masalah lain. Akibatnya, Otoritas Jasa Keuangan memberi sanksi peringatan tertulis kepada penyedia pinjol ini.
Mengutip data yang tertera di situs resmi perusahaan pada Kamis, (11/1/2024), TWP90 yang mengukur tingkat wanprestasi 90 hari sejak tanggal jatuh tempo Investree semakin membengkak atau telah mencapai 12,58%.
Melihat hal ini, Agusman, Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya OJK mengklaim telah bertemu dengan perusahaan sebagai bentuk pengawasan offsite dan untuk update kondisi terkini perusahaan.
"Saat ini Investree juga telah OJK kenakan sanksi administratif karena melanggar ketentuan yang berlaku dan OJK terus melakukan monitoring pemenuhan," ungkap Agusman dalam jawaban tertulis RDKB OJK.
Apabila ditemukan pelanggaran ketentuan lebih lanjut, OJK akan mengenakan sanksi administratif sesuai dengan ketentuan yang berlaku antara lain berupa Peringatan Tertulis, Denda, Pembatasan Kegiatan Usaha, hingga dapat berupa Pencabutan Izin usaha.
Nasib Asuransi Lender Investree
Kredit macet ini memantik amarah para lender atau pemberi pinjaman di media sosial. Para lender pun menuntut agar Investree bisa mencairkan asuransi kredit yang dijanjikan bisa diklaim nasabah jika piutangnya gagal bayar.
Memang, melalui laman resminya, Investree mengatakan bahwa Lender berhak mendapatkan pengembalian dari klaim asuransi antara 75% hingga 90% dari pokok pinjaman, tidak termasuk bunga dan denda keterlambatan. Sementara periode mulai klaimnya adalah 91 hari kalender sejak pinjaman jatuh tempo.
Namun, Presiden Direktur Investree Adrian Gunadi mengaku, asuransi yang dimaksud merupakan manfaat tambahan yang pembayaran preminya ditanggung oleh Investree dan pemegang polisnya atas nama Investree. Jika terjadi gagal bayar, maka tidak serta merta langsung dilakukan pengajuan klaim asuransi, melainkan terlebih dahulu akan dilakukan mekanisme penagihan dan upaya-upaya hukum lainnya.
"Pendanaan pinjaman memiliki risiko gagal bayar yang sepenuhnya ditanggung oleh Lender meskipun terdapat asuransi," tandasnya.
Lebih jauh ia menjelaskan, skema pertanggungan premi asuransi kredit Investree saat ini adalah berdasarkan premi yang Investree bayarkan kepada rekanan asuransi setiap bulannya. Apabila premi tercukupi, maka tentunya permohonan klaim dapat diajukan.
Namun jika premi belum mencukupi, maka pengajuan klaim akan diajukan secara bertahap pada bulan berikutnya sesuai dengan kapasitas yang dimiliki oleh Investree.
Terkait masalah asuransi tersebut, Dalam Pasal 35 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 10 /POJK.05/2022 tentang Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (LPBBTI) diatur bahwa Penyelenggara Pinjol wajib memfasilitasi mitigasi risiko bagi Pengguna (lender dan borrower) antara lain paling sedikit berupa memfasilitasi pengalihan risiko Pendanaan.
"Dalam hal ini masyarakat perlu memahami bahwa Penyelenggara memiliki kewajiban untuk menyediakan pengalihan risiko Pendanaan tersebut, misalnya melalui kerja sama dengan perusahaan asuransi," tegas Agusman.
"Namun demikian secara prinsip apakah pendanaan akan dicover asuransi atau tidak merupakan opsi yang dimiliki lender. Apabila lender tidak memilih untuk diasuransi, maka pendanaan macet menjadi risiko dari pemberi dana," tambahnya.
Bantah Isu Tutup Operasional
Di tengah kemelut ini, Viral di Twitter, akun dengan username @sicupuh menyebarkan tangkapan layar atas informasi yang tersebar di website komunitas start up murzfeed.com. Ia mempertanyakan informasi yang tertulis di situs tersebut.
"Perusahaan ditutup karena pendiri diduga melakukan beberapa penipuan. Juga, mereka menunda gaji karyawan sampai tidak ada yang tahu kapan. Pada dasarnya, mereka menyuruh kita untuk berkemas dan pergi, dan untuk pemberi pinjaman? Mereka seharusnya tidak berharap banyak," sebagaimana tertulis di unggahan tersebut, Sabtu, (30/12/2023).
Terkait hal ini, Direktur Investree Group, Adrian Gunadi menampik isu penutupan operasional perusahaannya tersebut. Ia menyatakan, Investree Indonesia tetap berjalan seperti biasa.
"Negatif, berita itu tidak benar. Tidak ada rencana tutup operasional," tegas Adrian saat dikonfirmasi CNBC Indonesia.
Hal ini pun diperkuat dengan keterangan OJK yang menyatakan bahwa hingga saat ini, belum ada permintaan pengembalian izin dari Investree.
"Sampai dengan saat ini OJK belum menerima adanya pengembalian izin dari Investree. Untuk sanksi, selama belum ada pemenuhan, maka OJK akan menerapkan sanksi lanjutan sesuai ketentuan," tandas Agusman.
Digugat Lender
teranyar, sejumlah investor atau lender (pemberi pinjaman) ramai-ramai menggugat Investree di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan terkait kinerja perusahaan. Dalam gugatan dengan Nomor Perkara 43/Pdt.G/2024/PN JKT.SEL yang didaftarkan 11 Januari 2024, 16 investor menggugat Investree karena wanprestasi.
PN Jaksel belum menampilkan petitum dan juga nilai sengketa dari perkara tersebut. Rencananya jadwal sidang perdana kasus tersebut akan dilaksanakan pada 25 Januari 2024.
Mengutip situs resmi PN Jaksel, itu merupakan gugatan ketiga terhadap Investree. Sebelumnya 9 investor menggugat Investree karena dianggap melakukan wanprestasi dengan nilai kerugian Rp 1.079.154.923 atau Rp 1,08 miliar.
Para penggugat, dalam kasus bernomor perkara 1177/Pdt.G/2023/PN JKT.SEL tanggal 5 Desember 2023 meminta Investree untuk membayarkan seluruh utang dan juga imbal hasil sesuai dengan jumlah yang tertuang dalam perjanjian.
Penggugat juga meminta tuntutan pengganti (subsidair) agar Investree membayar uang paksa senilai Rp 1 juta per hari bila Investree lalai melaksanakan isi putusan terhitung sejak putusan berkekuatan hukum tetap.