Foto: Low Tuck Kwong (Ist Forbes.com)
Jakarta, CNBC Indonesia - Sejumlah taipan ternama, pengusaha paling kaya di Indonesia, diketahui melakukan konsolidasi dengan membeli kembali saham emiten yang dimiliki dari para investor di pasar reguler.
Data Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) mencatat, setidaknya terdapat tiga nama besar emiten raksasa RI yang tercatat melakukan pembelian saham emiten yang dikendalikan. Dua yang paling aktif adalah bos tambang batu bara Bayan Resources (BYAN) Low Tuck Kwong dan salah satu wanita terkaya RI pemiliki Temposcan (TSPC) Kartini Muljadi. Lalu terbaru langkah yang sama juga tampaknya baru diambil oleh pengusaha petrokimia Chandra Asri (TPIA) Prajogo Pangestu, setelah awal tahun lalu melepas kepemilikan sahamnya kepada investor strategis demi melancarkan aksi rights issue.
Low Tuck Kwong diketahui sejak tahun lalu secara perlahan mencicil beli saham BYAN, meski di beberapa kesempatan ia juga melakukan penjualan dengan jumlah yang relatif mini.
Data laporan pemegang saham kuartalan menjadi bukti nyata aksi agresif orang terkaya RI melakukan konsolidasi di perusahaan tambang batu bara miliknya. Melansir Refinitiv, pada akhir kuartal pertama 2021, Low Tuck Kwong menggenggam 54,72% saham BYAN. Angka tersebut naik menjadi 60,94% pada akhir tahun lalu dan masih belum mengalami perubahan lagi mengutip data KSEI terbaru untuk transaksi per 2 Januari 2023.
Dato' Dr. Low Tuck Kwong dalam gerilya teranyarnya akhir tahun ini diketahui menambah koleksi saham BYAN dengan membeli sebanyak 814,6 ribu lembar pada 12-16 Desember 2022. Konsolidasi tersebut seluruhnya dilakukan sebelum lewat masa cum date dividen interim yang jatuh pada tanggal 19 Desember lalu.
Artinya lewat pembelian tersebut, jumlah cuan dividen yang diperoleh ikut mengingkat. Dato' diperkirakan akan memperoleh dividen tunai sebesar Rp 9,52 triliun, sebelum dipotong pajak dana akan ditransfer 5 Januari besok. Setelah lewat cum date¸ tidak ada aksi terbaru dari Dato' di saham BYAN.
Aksi tersebut yang mewajibkan pengungkapan di KSEI tampaknya ikut menarik optimisme investor untuk memburu saham BYAN. Sejak akhir cum date dividen hingga saat ini, harga saham BYAN naik 50,53%. Kondisi yang jarang terjadi, di mana biasanya saham emiten mengalami ARB setelah tanggal cumdate dividen.
Kemudian ada Kartini Muljadi yang lewat perusahaan milik keluarga PT Bogamulia Nagadi terus memupuk kepemilikan saham di emiten farmasi PT Tempo Scan Pacific Tbk (TSPC).
Teranyar, dalam keterbukaan informasi, per 27 Desember 2022, PT Bogamulia Nagadi melakukan tiga transaksi pembelian saham TSPC pada 21, 22, dan 23 Desember 2022.
Secara total, Bogamulia membeli 907.300 saham TSPC pada periode tersebut.
Dengan demikian, kepemilikan saham Bogamulia di Tempo Scan bertambah menjadi 3.772.618.418 saham atau setara dengan 83,6526% dari total saham TSPC.
Menurut Direktur PT Bogamulia Diana Wirawan, dalam keterbukaan informasi di atas, tujuan transaksi tersebut untuk "investasi [dengan] status kepemilikan saham langsung".
Setidaknya selama 2022, Bogamulia rajin menambah sedikit demi sedikit kepemilikan saham Tempo Scan. Sebut saja, selama November-Desember 2022, misalnya, Bogamulai sudah melakukan transaksi pembelian saham sebanyak 30 kali.
Sebagai gambaran, pada akhir kuartal pertama 2021, Bogamulia menguasai 3,68 miliar saham TSPC (81,84%).
Soal kinerja keuangan Tempo Scan, pendapatan bersih perseroan hingga kuartal III 2022 naik 8,9% secara tahunan (yoy) menjadi Rp9,09 triliun dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Namun, seiring beban usaha membengkak 7,2% secara yoy, laba bersih TSPC turun 0,9% yoy menjadi Rp540,6 miliar per 30 September 2022.
Kendati ada penurunan laba bersih, Tempo Scan tetap membagikan dividen interim untuk tahun buku 2022 pada 23 Desember lalu sebesar Rp25/saham. Dari market, harga saham TSPC turun 6% selama 2022.
Paling baru, Prajogo Pangestu diketahui memborong 200 ribu saham TPIA pada perdagangan tanggal 30 Desember 2022 lalu, mengutip data KSEI. Pasca pembelian tersebut kepemilikan saham Prajogo mengalami kenaikan tipis.
Sebelumnya Prajogo sempat melepas sebagian saham yang dimiliki kepada anak usaha perusahaan migas Thailand, Thai Oil. Top Investment Indonesia (TII) masuk sebelum perusahaan menggelar aksi korporasi penambahan modal hingga Rp 15,5 triliun. Kepemilikannya kembali surut setelah tidak mengikuti rights issue dan mengalihkan haknya kepada TII.
Tidak diketahui pasti alasan rinci terkait aksi beli saham emiten sendiri. Apakah ini bagian dari upaya mengerek harga saham, layaknya efek yang timbul ketika perusahaan melakukan buyback atau karena pemilik percaya akan masa depan cerah perusahaannya dan harga saat ini dianggap masih relatif murah. Atau bisa saja pembelian ini dilakukan untuk memaksimalkan pendapatan dari dividen yang akan diterima.
Selanjutnya, imbas dari aksi konsolidasi ini tampaknya tidak memberikan efek yang sama bagi kinerja saham perusahaan, dengan BYAN tercatat terbang dan TSPC malah terkoreksi tipis. Perlu dicatat bahwa naik turunnya harga saham memang sebagian besar dipengaruhi oleh faktor lain, seperti kinerja keuangan dan prospek bisnis di masa depan.
TIM RISET CNBC Indonesia