Foto: Bongkar muat batu bara di China. (REUTERS/ALY SONG)
Jakarta, CNBC Indonesia - Harga batu bara jeblok. Pada perdagangan Kamis (6/7/2023), harga batu bara kontrak Agustus di pasar ICE Newcastle ditutup di posisi US$ 143,75 per ton. Harganya ambruk 4,8%.
Pelemahan sebesar 4,8% sehari adalah yang terbesar sejak 25 Mei 2023 (6,3%).
Pelemahan ini memperpanjang tren negatif pasir hitam yang juga melemah pada perdagangan Selada dan Rabu pekan ini. Dalam tiga hari terakhir, harga batu bara sudah jeblok 6,93%.
Ambruknya harga batu bara dipicu oleh melemahnya harga komoditas energi lain, melandainya permintaan, serta kemungkinan masih tingginya suku bunga di Amerika Serikat (AS).
Harga gas alam Eropa EU Dutch TTF (EUR) ambruk 6% kemarin ke 32,35 euro per mega-watt hour (MWh). Harga gas alam Amerika juga melemah 1% sementara harga minyak mentah brent meladai 0,21%.
Harga gas melemah setelah kekhawatiran pasokan mereda. Aliran gas dari Norwegia yang semula dikhawatirkan terhambat dipastikan bisa mengalir normal kembali.
Permintaan gas dari industri juga turun sementara pasokan gas di storage masih 78,9%, jauh di atas rata-rata lima tahun terakhir. Batu bara adalah sumber energi alternatif bagi gas ataupun minyak sehingga harganya saling bersaing dan mempengaruhi.
Harga batu bara juga melemah karena masih lesunya permintaan, terutama dari China.
S&P GSCI Commodities index menunjukkan jika harga komoditas sudah jatuh 25% dalam dua bulan terakhir.
Komoditas energi seperti minyak dan gas sudah jatuh 23%. Data Refinitiv bahkan menunjukkan jika harga batu bara sudah ambruk lebih dari 65%.
Lemahnya aktivitas manufaktur dan ekonomi China menjadi penyebab utama. China merupakan konsumen terbesar komoditas di dunia, termasuk batu bara.
Tiongkok semula diharapkan bisa menggenjot harga komoditas sejalan dengan dibukanya kembali perbatasan mereka. Namun, aktivitas manufaktur mereka justru melemah.
Indeks Caixin/S&P Global manufacturing purchasing managers menunjukkan aktivitas manufaktur China melandai ke 50,5 pada Juni 2023 dari 50,9 pada Mei tahun ini.
Aktivitas industri yang melemah juga menyurutkan konsumsi batu bara kokas di pembangkit listrik. Masih muramnya sektor properti ikut membuat permintaan akan besi dan baja melandai. Padahal, batu bara kokas merupakan bagian penting dari industri tersebut.
Melemahnya ekonomi Eropa dan Amerika Serikat juga ikut menurunkan permintaan akan besi baja.
"Harga besi dan tembaga merupakan barometer untuk mengukur siklus ekonomi. Pelemahan ini akan menjalar ke negara lain. Kegagalan China untuk menghidupkan ekspektasi pelaku pasar adalah alasan utama mengapa harga komoditas kesulitan merangkak naik," tutur analis komoditas senior dari Kpler, Reid I'Anson, dikutip dari CNBC International.
India sebagai konsumen batu bara terbesar juga diproyeksi akan mengurangi impor yang membuat harga pasir hitam ikut tertekan.
India akan menghadapi musim hujan dalam beberapa pekan ke depan sehingga impor diproyeksi melandai. Terlebih, produksi dan pasokan mereka juga tengah meningkat tajam.
Pasokan batu bara di India per 30 Juni 2023 menembus 107,15 juta ton. Pasokan tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan 77,86 juta ton per Juni 2023.
Sementara itu, produksi batu bara di India mencapai 222,93 juta ton pada April-Juni 2023. Jumlah tersebut naik 8,4% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
CNBC INDONESIA RESEARCH