Thursday, August 8, 2024

Robert Kiyosaki Ramal Bitcoin Tembus Rp 160 Miliar, Ini Alasannya

 

Lengkap! Begini Jatuh Bangun Harga Bitcoin Sejak 2009-2023
Foto: Infografis/Lengkap! Begini Jatuh Bangun Harga Bitcoin Sejak 2009-2023/Aristya Rahadian

Jakarta, CNBC Indonesia - Banyak analis keuangan memiliki pendapat berbeda tentang Bitcoin, tetapi dalam sebuah posting di X, "Rich Dad" Robert Kiyosaki memprediksi bahwa harga Bitcoin akan mencapai US$ 10 juta atau setara Rp 160 miliar per koin.

Dilansir dari Nasdaq.com, pada pertengahan Juli, harga Bitcoin berada di sekitar $57.500, naik hampir 90% hanya di tahun 2024. Kapitalisasi pasarnya kini lebih dari $1 triliun.


Kiyosaki percaya bahwa saham, dan bahkan real estat akan mengalami penurunan besar dalam waktu dekat. Dia mendasarkan prediksinya pada masalah utang Amerika Serikat.

Saat ini, AS memiliki hampir US$ 35 triliun utang. Untuk memberi gambaran, AS saat ini mengalokasikan 16% dari anggaran federal untuk pembayaran utang. Selain itu, utang nasional terus meningkat setiap tahun selama dekade terakhir dan tidak menunjukkan tanda-tanda akan berhenti.

Para pendukung Bitcoin seperti Kiyosaki mengatakan hal ini akan menyebabkan pemerintah terus mencetak lebih banyak uang. Jika tidak, AS berpotensi harus gagal membayar utangnya.

Ketika lebih banyak uang beredar, nilai setiap dolar menurun akibat inflasi. Hal ini mengarah pada kenaikan harga yang melonjak dan akhirnya hilangnya kepercayaan terhadap mata uang tersebut - seperti yang terjadi di Jerman dan Zimbabwe, menurut Kiyosaki.

Jadi, Kiyosaki percaya bahwa masalah utang AS pada akhirnya akan membuat nilai dolar anjlok. Dia berpikir ini akan menyebabkan kejatuhan di beberapa kelas aset.

Pertanyaannya kemudian menjadi: Apa yang akan menggantikan dolar sebagai penyimpan nilai? Kiyosaki memprediksi emas, perak, dan Bitcoin. Dia memperkirakan uang akan beralih dari dolar ke aset-aset ini mulai akhir 2025.

Ketika semuanya telah terjadi, Kiyosaki percaya Bitcoin akan "dengan mudah" bernilai US$ 10 juta per koin.

Wednesday, August 7, 2024

Profil Keluarga Rothschild dan Gurita Bisnisnya

 

Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, Hashim Djojohadikusumo dan Nat Rothschild
Foto: Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, Hashim Djojohadikusumo dan Nat Rothschild dalam peresmian gedung ketiga Volex Indonesia di Kawasan Industri Sekupang, Batam.

Jakarta, CNBC Indonesia - Keluarga Rothschild merupakan konglomerat bankir yang mendirikan berbagai institusi keuangan di Eropa sejak abad ke-18. Tahta kerajaan Rothschild akan jatuh pada Nathaniel Philip Victor James Rothschild atau Nat Rothschild yang merupakan anak bungsu dari Nathaniel Charles (Jacob), Lord Rothschild ke-4 (1936-2024) dan Serena Mary, Lady Rothschild (née Dunn) (1935-2024).

Adapun jejak Rothschild di Indonesia sudah lama terlihat. Dia sempat berkongsi dengan Grup Bakrie melalui Bumi Plc pada 2010. Akan tetapi kemesraan keduanya tidak berlangsung lama, karena Rothschild menuduh Bakrie menyelewengkan uang perusahaan. Sebaliknya, Bakrie menuduh Rothschild mencuri data-data perusahaan untuk kepentingan pribadi.

Kemudian perselisihan itu mulai surut setelah Bakrie mengembalikan saham Bumi Plc dan meminta kembali saham Bumi Resources dari Rothschild. Selain menarik kembali saham BUMI, Bakrie juga membeli kembali 84,7% saham BRAU yang dikuasai Bumi Plc.

Latar belakang Keluarga Rothschild pun kerap dilingkupi dengan teori konspirasi. Keluarga ini sebelumnya sering dikaitkan dengan teori tentang Illuminati, Tatanan Dunia Baru, dan kelompok uang gelap lainnya yang diduga menarik tali pemerintah dunia, dan keluarga Rothschild telah disalahkan atas berbagai hal buruk mulai dari memulai perang untuk keuntungan pribadi, mendanai Holocaust hingga pembunuhan presiden AS.

Lalu bagaimana dengan klaim kekayaan yang katanya mencapai US$ 350 miliar atau lebih dari Rp 5.000 triliun? Atau klaim lain yang menyebut keluarga ini mengendalikan hampir seluruh sistem perbankan dunia?

Menurut sebuah artikel Financial Times tahun 2010, keluarga ini memiliki pandangan jauh ke depan saat membangun bisnisnya yang tersebar di Prancis, Inggris, Italia, Jerman, dan Austria. Meskipun telah berlangsung lebih dari 200 tahun dengan berbagai peristiwa, dinasti keluarga ini tetap eksis.

Bisnis inti perbankannya saat ini dikelola oleh generasi ketujuh dan sebagian besar masih dimiliki oleh keturunan Mayer Amschel, meskipun baru-baru ini keluarga tersebut menunjuk seorang eksekutif non-kerabat untuk pertama kalinya.

Di antara semua divisi bisnis Rothschild, cabang Prancis mengalami perubahan paling dramatis. Mulai dari pendiriannya pada tahun 1812 oleh Baron James de Rothschild, anak bungsu dari lima bersaudara, bisnis ini tumbuh dengan menerbitkan obligasi, membiayai kereta api, dan investasi pertambangan.

Namun, bisnis ini dialihkan kepada negara selama Perang Dunia II dan nasionalisasi terjadi pada 1980-an ketika pemerintah sosialis Prancis mengambil alih semua bank dengan simpanan di atas 1 miliar franc Prancis.

Bank milik keluarga, Banque Rothschild, bergabung menjadi Compagnie Européenne de Banque milik negara, dan keluarga menerima kompensasi sebesar 150 juta franc Prancis untuk bagian ekuitasnya.

Setelah melewati berbagai tantangan bisnis, pada tahun 2003, bisnis Prancis digabungkan dengan cabang Inggris di bawah perusahaan baru, Concordia BV.

Pada tahun 2008, setelah dua abad sejak lima putra Mayer Rothschild menyebar di seluruh Eropa, semua kepemilikan digabungkan menjadi satu perusahaan di bawah Paris Orléans, perusahaan yang berbasis di Prancis, menggabungkan semua bisnis keluarga.

Saat ini, bisnis Rothschild beroperasi dalam skala yang lebih kecil daripada masa kejayaannya pada abad ke-19, meskipun masih bergerak dalam berbagai sektor seperti real estat, layanan keuangan, pertanian, energi, pertambangan, pembuatan anggur, dan kegiatan nirlaba.

Tuesday, August 6, 2024

Bank Artha Graha Internasional (INPC) Kena Sanksi Regulator, Apa Itu?

 

Dok Bank Artha Graha Internasional
Foto: Dok Bank Artha Graha Internasional

Jakarta, CNBC Indonesia - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menjatuhkan peringatan tertulis kepada emiten milik konglomerat Tommy Winata, yaitu PT Bank Artha Graha Internasional Tbk. (INPC). Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif dan Bursa Karbon OJK Inarno Djajadi mengatakan, emiten tersebut telah melakukan pelanggaran kategori ringan.

Inarno menjabarkan, INPC telah melakukan pelanggaran kategori ringan atas ketentuan Peraturan Nomor VIII.G.7 tentang Penyajian dan Pengungkapan Laporan Keuangan Emiten atau Perusahaan Publik terutama terkait dengan kewajiban revaluasi aset tetap secara berkala, untuk laporan keuangan tahunan periode tahun 2019 dan 2020.


"Atas pelanggaran tersebut, PT Bank Artha Graha Internasional Tbk. telah dikenakan sanksi administratif berupa denda dan telah melakukan pembayaran atas sanksi administratif berupa denda tersebut," tulis Inarno dalam keterangannya, Selasa (6/8).

Sebagai informasi, PT Bank Artha Graha Internasional Tbk. (INPC) diberi 'tato' notasi F oleh Bursa Efek Indonesia (BEI) yang artinya terdapat sanksi administratif dan/atau perintah tertulis dari OJK yang dikenakan terhadap Perusahaan Tercatat karena pelanggaran peraturan di bidang Pasar Modal dengan kategori pelanggaran ringan.

Adapun notasi khusus adalah fitur yang dirilis oleh BEI pada akhir Desember 2018 dengan tujuan sebagai salah satu cara cepat untuk mengetahui kondisi suatu emiten.

Berdasarakan data BEI, ada sebanyak 231 emiten yang mendapatkan notasi khusus dari BEI dari yang sebelumnya terdapat 227 emiten yang mendapatkan notasi khusus dari BEI per 18 Februari 2024.

Monday, August 5, 2024

Ketakutan Jokowi di Akhir Jabatan Makin Nyata, Bankir Teriak Gini

 

Aktifitas suasana pegawai Bank BTPN di kantor pusat Menara BTPN,  Jakarta, Rabu (31/1/2018). PT Bank Tabungan Pensiun Tbk (BTPN) dan PT Bank Sumitomo Mitsui Indonesia (SMBCI) akan segera merger. Dampak dari merger ini tidak akan merubah komposisi pemegang saham.
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Sabki

Jakarta, CNBC Indonesia - Perbankan nasional saat ini memusatkan perhatiannya pada likuiditas. Direktur Utama PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. (BTN) Nixon Napitupulu mengatakan, bahwa likuiditas tersedia, namun mahal akibat dampak dari suku bunga tinggi yang diperkirakan bertahan lama.

"Likuiditas aman, likuiditas no issue. Cuma masalah kan harganya. Jadi kalau tanya 'Likuiditas ketat nggak?' Definisi ketat itu kan pesannya nggak ada. Likuiditas ada, tapi harganya naik. Itu yang terjadi Jadi lo beli pakaian, pakaian ada nggak? Ada, tapi harganya naik," kata Nixon di Perumahan Pesona Kahuripan 9, Kabupaten Bogor, Rabu (31/7/2024) lalu.

Sementara itu, Direktur Keuangan dan Strategi PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI) Sigit Prastowo mengatakan likuiditas tetap menjadi concern utama bank pelat merah itu untuk semester II-2024. Ia mendasari itu dari rasio pinjaman terhadap simpanan bank BUMN yang mengalami tren kenaikan.

Ia melanjutkan, permintaan kredit pun cukup tinggi. Namun, itu tidak diimbangi dengan pertumbuhan simpanan atau dana pihak ketiga yang tinggi.

"Terus kedua, di sisi pertumbuhan atau demand kreditnya cukup tinggi. Jadi memang secara umum, kalau secara industri pertumbuhan kreditnya itu lebih tinggi dari pertumbuhan fundingnya. Loan kan secara nasional tumbuhnya kira-kira 11-12%, fundingnya tumbuhnya 7-8%. Otomatis ini akan dorong kenaikan LDR secara keseluruhan. Sehingga bisa dibilang liquidity ini tetap akan menjadi concern," ujar Sigit di Mandiri Corporate University, Selasa (30/7/2024) lalu.

Namun, dia mengatakan memiliki harapan sebab pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) telah membaik. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat DPK tumbuh 0,27% mtm atau meningkat 8,45% yoy menjadi Rp8.722 triliun per Juni 2024. Akan tetapi, itu menurun tipis dari setahun sebelumnya, yakni 8,63% yoy pada Juni 2023.

Sigit mengatakan hal itu menandakan adanya perbaikan likuiditas secara umum. Ia juga berharap, suku bunga acuan global Federal Reserve dapat segera dipangkas, sehingga Bank Indonesia (BI) juga dapat mengikuti.

"Itu harapannya likuiditas makin baik. Harapan," ujarnya.


Sebagaimana diketahui, Bank Indonesia mengerek naik suku bunga acuan sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 6,25% pada Rapat Dewan Gubernur April 2024, dan masih menahannya hingga saat ini.

Bank Cari Sumber Dana Alternatif

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae menyebut pertumbuhan simpanan bank yang melambat itu utamanya pada deposito, yang juga dipengaruhi oleh banyaknya alternatif instrumen penempatan dana.

Sementara itu, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) mencatat laju pertumbuhan dana non-DPK kembali naik, setelah pada pertengahan tahun lalu melambat. Per Februari 2024, alternatif pendanaan perbankan ini tumbuh 5,38% yoy.

Pertumbuhan dana non-DPK secara tahunan terutama dikontribusi oleh kenaikan pada pinjaman/pembiayaan diterima sebesar Rp 25,29 triliun dan kewajiban bank lain sebesar Rp 11,88 triliun.

"Perkembangan ini sejalan dengan strategi bank dalam melakukan diversifikasi sumber likuiditas. Akses sumber pendanaan non-DPK menjadi salah satu sumber pemenuhan funding gap di tengah pertumbuhan DPK yang lebih rendah dibandingkan kredit," mengutip Indikator Pasar Keuangan Maret 2024.

Pada bulan kedua tahun ini, DPK perbankan tumbuh 7,4% yoy, sedangkan kredit naik 12,4% yoy.

Direktur Distribution and Institutional Funding BTN Jasmin mengatakan banyaknya pilihan instrumen investasi lainnya turut mempengaruhi likuiditas. Seperti SBN, SRBI yang dikeluarkan Bank Indonesia (BI), yang menawarkan yield lebih tinggi dibanding deposito perbankan.

"Bahkan rate SRBI lebih tinggi dari SBN, sehingga ada pergeseran investasi asing dari SBN ke SRBI," kata Jasmin saat dihubungi CNBC Indonesia, Selasa (16/7/2024).

Senada, bankir Taswin Zakaria mengatakan likuiditas ketat karena adanya tekanan daya beli serta tren penempatan dana di luar deposito perbankan. Mantan Presiden Direktur Maybank Indonesia itu menyebut kenaikan harga-harga barang dari pelemahan Rupiah berdampak terhadap daya beli konsumen.

Ketakutan Jokowi di Akhir Masa Jabatan

Jauh sebelumnya pada akhir 2023, Presiden Joko Widodo (Jokowi) sempat mengutarakan kekhawatirannya terhadap peredaran uang yang makin kering, meskipun pertumbuhan ekonomi Indonesia masih sekitar 5%. 

Jokowi menilai masalah tersebut muncul karena Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dan BI menerbitkan terlalu banyak instrumen, yakni Surat Berharga Negara (SBN), Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) dan Sekuritas Valas Bank Indonesia (SVBI).

"Jangan semuanya ramai membeli yang tadi saya sampaikan ke BI maupun SBN meski boleh-boleh saja tapi agar sektor riil bisa kelihatan lebih baik dari tahun yang lalu," ujar Jokowi di Pertemuan Tahunan Bank Indonesia (PTBI) di Kantor Pusat BI, Jakarta.

Friday, August 2, 2024

Selangkah Lagi! Rupiah Digital Siap Diedarkan ke Perbankan

 

Infografis: RI Bakal Punya Uang Digital, Namanya Digital Rupiah
Foto: Infografis/RI Bakal Punya Uang Digital, Namanya Digital Rupiah/Arie Pratama

Jakarta, CNBC Indonesia - Bank Indonesia (BI) telah memasuki tahap akhir rencana penerbitan Rupiah Digital. BI sudah merampungkan tahap proof of concept. Setelah menentukan teknologi yang digunakan, maka mata uang digital pertama dari BI ini akan siap diedarkan ke bank-bank.

"Kami sudah lakukan proof of concept-nya, sekarang memilih teknologi yang cocok apa," kata Gubernur BI Perry Warjiyo dalam acara Peluncuran Blueprint Sistem Pembayaran Indonesia 2030, di Jakarta Convention Center, Jumat, (2/8/2024).

Perry mengatakan setelah teknologi dipilih, langkah berikutnya adalah melakukan uji coba. Uji coba yang dimaksud, yaitu mengedarkan mata uang digital ini ke perbankan.

"Eksperimentasi kita akan mulai, yaitu mengedarkan dulu, dari khazanah digital Rupiah BI, kemudian ke industri wholesaler," kata dia.

Perry mengatakan dalam tahap uji coba ini, perbankan dapat menggunakan Rupiah Digital untuk bertransaksi dengan BI maupun transaksi antarbank. "Kita langkah pertamanya itu dulu," kata dia.

Perry mengatakan BI akan hati-hati dalam menunjuk bank yang bisa melaksanakan uji coba ini. Menurut dia, bank itu harus memenuhi syarat, yaitu kuat secara manajemen risiko, kemampuan sumber daya manusia, dan infrastruktur.

"Nanti wholesaler bisa berinteraksi dengan instrumen digital dan antarbank bisa juga," kata dia.

Perry mengatakan setelah tahap uji coba rampung, barulah BI akan menjajal mengedarkan Rupiah Digital di tingkat ritel. "Setelah berkembang, step berikutnya kemudian melayani nasabah ke ritel," kata dia.