Wednesday, September 18, 2024

Alasan Sebernarnya Tupperware di Ambang Kebangkrutan

 

Pabrik Tupperware (BELGA MAG/AFP via Getty Images/NICOLAS MAETERLINCK)
Foto: Pabrik Tupperware (BELGA MAG/AFP via Getty Images/NICOLAS MAETERLINCK)

Jakarta, CNBC Indonesia - Produsen wadah plastik kesayangan ibu-ibu, Tupperware, dikabarkan sedang bersiap untuk mengajukan kebangkrutan paling cepat dalam pekan ini.

Mengutip Reuters, Tupperware berencana untuk mendapatkan perlindungan pengadilan setelah melanggar persyaratan utangnya dan meminta bantuan dari penasihat hukum dan keuangan.

Persiapan kebangkrutan tersebut menyusul negosiasi yang berlarut-larut antara Tupperware dan pemberi pinjamannya mengenai cara mengelola utang lebih dari US$ 700 juta (Rp 10,85 triliun).

Saham perusahaan anjlok 15,8% menjadi 43 sen setelah bel penutupan menyusul kabar kebangkrutan tersebut. Lebih jauh lagi, saham perusahaan produsen wadah makanan ikonik asal Amerika yang didirikan oleh ahli kimia Earl Tupper 77 tahun lalu, anjlok segnifikan sejak tahun lalu dan telah kehilangan kapitalisasi pasar hingga 95% dalam tiga tahun.

Kinerja buruk ini salah satunya diperparah setelah awal tahun lalu perusahaan memberi tahu investor bahwa ada "keraguan substansial tentang kemampuan perusahaan untuk melanjutkan kelangsungan usahanya".

Kondisi Tertekan

Dalam pengungkapan terbaru kepada regulator bursa AS, Securities and Exchange Commission atau Komisi Sekuritas dan Bursa Amerika Serikat, manajemen Tupperware menyampaikan perusahaan belum mampu melaporkan kinerja keuangan kuartalan terbaru pada tanggal jatuh tempo yang ditentukan. Tupperware juga mengaku tidak akan mampu untuk menyelesaikan dan mengajukan laporan tahunan 2023.

Sebagai informasi, Tupperware terakhir kali menyetor kinerja keuangannya pada kuartal ketiga tahun lalu atau untuk periode keuangan hingga akhir September 2023.

Dalam keterbukaan tersebut, Tupperware mengaku perusahaan terus mengalami tantangan likuiditas yang signifikan, dan masih mempunyai keraguan besar mengenai kemampuannya untuk mempertahankan kelangsungan usahanya.

"Selain itu, departemen akuntansi Perusahaan telah mengalami, dan terus mengalami, penurunan kinerja yang signifikan, termasuk kepergian Chief Financial Officer baru-baru ini, yang mengakibatkan kesenjangan sumber daya dan keahlian, keterbatasan sumber daya, dan hilangnya kesinambungan pengetahuan," ungkap manajemen Tupperware, dikutip CNBC Indonesia, Kamis 18 September 2024.

Dengan kondisi tersebut Tupperware menyebut perusahaan terus memfokuskan upayanya atas dua hal utama yakni diskusi dengan calon investor dan mitra pembiayaan untuk mendapatkan pembiayaan jembatan jangka pendek, melaksanakan rencana perubahan haluan bisnis strategis.

Terkait pembiayaan, Tupperware mengaku telah mengamankan pembiayaan jembatan jangka pendek (Bridge Loan Credit Agreement) pada 12 Agustus 2024 dari GLAS USA LLC. Total pinjaman yang diberikan tidak lebih dari US$ 8 juta, dengan US$ 4 juta di antaranya ditarik pada 12 Agustus 2024, dan US$ 4 juta sisinya hanya tersedia untuk untuk ditarik berdasarkan penilaian selanjutnya oleh pemberi pinjaman.

Sebagai catatan, hingga akhir September 2023 total utang Tupperware mencapai US$ 777 juta atau setara Rp 12 triliun.

Turbulen Bisnis Tupperware

Tupperware, yang mendapat keuntungan dari ledakan permintaan selama pandemi karena orang-orang tinggal di rumah, mulai memperoleh tantangan usai pandemi mereda. Hal ini lantaran perusahaan berjuang untuk menyamai pesaing wadah penyimpanan lain yang lebih inovatif mempromosikan produk mereka kepada konsumen yang lebih muda di TikTok dan Instagram.

Alhasil, kala itu Tupperware mengatakan sedang mempertimbangkan untuk melakukan PHK dan menjual beberapa portofolio real estatnya untuk menghemat uang.

Manajemen memperkirakan bahwa perusahaan mungkin tidak memiliki likuiditas yang memadai dalam waktu dekat. Maka dari itu, disimpulkan bahwa ada keraguan substansial tentang kemampuan Tupperware untuk melanjutkan kelangsungan usahanya.

Bursa saham New York juga mengatakan Tupperware dalam bahaya dihapuskan dari pasar saham karena kala itu terlambat mengajukan laporan tahunannya.

Tupperware ditengarai kehilangan jumlah penjualnya secara drastis, dan konsumen setelah pandemi. Selain itu dirinya menilai merek favorit emak-emak itu masih belum sepenuhnya terhubung dengan konsumen yang lebih muda.

Tidak lama berselang, perusahaan menunjuk sejumlah penasihat keuangan dan bisnis, termasuk Moelis & Co., Kirkland & Ellis LLP dan Alvarez & Marsal. Mengutip sumber WSJ, ini merupakan upaya perusahaan dalam mewaspadai kemungkinan kebangkrutan.

Perusahaan yang berbasis di Orlando, Florida, Amerika Serikat itu sedang ketar-ketir karena kala itu Tupperware mungkin tidak dapat melanjutkan kelangsungan usahanya. Perusahaan pun menjajaki opsi untuk meningkatkan likuiditas, termasuk meningkatkan pembiayaan dari investor dan menjual kepemilikan real estatnya.

Juru bicara perusahaan wadah favorit emak-emak Indonesia itu mengatakan bahwa mereka bekerja sama dengan penasihat keuangan untuk memperbaiki struktur modal mereka. Mereka sebut aksi ini sama dilakukan seperti perusahaan lain yang terkena dampak pandemi, inflasi, dan suku bunga tinggi.

Tupperware mengatakan awal pekan ini bahwa mereka telah tertekan oleh biaya bunga yang lebih tinggi dan kondisi bisnis internal dan eksternal yang menantang yang membatasi aksesnya ke uang tunai.

Merek wadah dapur itu telah mengalami penurunan penjualan dalam beberapa tahun terakhir. Penjualan turun 18% menjadi sekitar US$ 1,3 miliar pada tahun 2022 dari tahun 2021.

Perusahaan, yang mendistribusikan produknya di lebih dari 70 negara yang dibangun di atas tenaga penjualan konsumen setia yang menjajakan produk ke teman dan kenalan, telah berupaya mendigitalkan bisnis penjualan langsungnya, namun masih urung membuahkan hasil seperti yang diharapkan.

No comments:

Post a Comment