Foto: Kapal tanker Capricorn Sun ditambatkan di pelabuhan Rostock Jerman, Jerman, 5 Agustus 2022. (REUTERS/ANDREAS RINKE)
Jakarta, CNBC Indonesia - Harga minyak mentah dunia mulai bergerak variatif pasca kemarin, Rabu (8/2/2024) melambung di atas 3% akibat Israel melakukan penolakan atas tawaran gencatan senjata dari Hamas.
Per hari ini, Kamis (9/2/2024) hingga pukul 09.00 WIB, harga minyak mentah jenis Brent melemah -0,02% ke US$ 81,61 per barel. Sementara untuk jenis light sweet atau West Texas Intermediate masih lanjut menguat 0,1% menuju posisi US$ 76,29 per barel.
Kedua harga acuan minyak mentah dunia tersebut dalam sepekan masih bertahan di zona positif, rata-rata menguat di atas 5%.
Harga minyak dipengaruhi sikap Israel yang menolak gencatan senjata yang ditawarkan Hamas. Hal ini membawa gejolak perang di Timur Tengah semakin memanas. Perdana Menteri (PM) Israel, Benjamin Netanyahu diketahui menolak tawaran terbaru Hamas untuk melakukan gencatan senjata dan mengembalikan sandera yang ditahan di Jalur Gaza.
Namun, Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS), Antony Blinken mengatakan masih ada ruang untuk negosiasi menuju kesepakatan. Delegasi Hamas Palestina yang dipimpin oleh pejabat senior, Khalil Al-Hayya dijadwalkan melakukan perjalanan ke Kairo pada hari ini untuk melakukan pembicaraan gencatan senjata dengan Mesir dan Qatar.
Perang geopolitik di Timur Tengah yang memanas kemudian berimbas pada front perang baru yang terjadi di Laut Merah, akibat kelompok pemberontak Houthi yang menyerang kapal logistik menuju terusan Suez.
Konflik Laut Merah telah memakan banyak korban yang berdampak pada perdagangan global dan melambungnya harga logistik.
Di sisi lain, penguatan harga minyak terdorong suplai yang semakin susut. Melansir dari Badan Informasi Energi AS (EIA) melaporkan stok bensin AS turun 3,15 juta barel pada pekan lalu dibandingkan dengan perkiraan analis yang memperkirakan peningkatan sebesar 140.000 barel.
"Penurunan stok bensin dan kenaikan ekspor minyak AS sebesar 13% secara tahunan ke rekor 4,06 juta barel per hari pada tahun 2023, keduanya menunjukkan permintaan minyak mentah yang lebih kuat", kata ANZ Research dalam sebuah catatan, dikutip dari Reuters.
Kenaikan harga minyak juga terjadi meski masih ada perbedaan pandangan antara pejabat bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) terkait kebijakan suku bunga kedepannya.
Mayoritas menegaskan jika The Fed belum akan memangkas suku bunga sampai mereka percaya diri jika inflasi akan turun ke kisaran 2%. Namun, terdapat pula pejabat yang cenderung dovish.
Selain itu, susutnya pasokan juga diikuti olah keputusan Arab Saudi, salah satu negara penghasil minyak terbesar dunia yang tergabung dalam OPEC+ menyatakan masih lanjut memangkas produksi secara sukarela sebanyak 2,2 juta barel per hari hingga kuartal I/2024.
CNBC INDONESIA RESEARCH