Tuesday, September 28, 2021

Ada Ancaman dari Barat, Dolar AS Bisa Jadi "Bom Waktu"

 foto ilustrasi dollar 

PT BESTPROFIT FUTURES JAMBIPasar keuangan dalam negeri berfluktuasi pada perdagangan awal pekan kemarin, serta tidak kompak di akhir perdagangan. Masalah utang raksasa properti China, Evergrande Group, masih mempengaruhi sentimen pelaku pasar, begitu juga dengan tapering hingga proyeksi suku bunga bank sentral Amerika Serikat (AS) atau yang dikenal dengan Federal Reserve. 

PT BESTPROFIT

BPFPengumuman kebijakan moneter The Fed tersebut kini membuat dolar AS menjadi "bom waktu", sebab posisi beli bersih (net long) melonjak signifikan. Dolar AS kini bisa "meledak" sewaktu-waktu. Ketika itu terjadi maka nilai tukar rupiah berisiko terpuruk, dan berdampak ke pasar saham hingga obligasi.

BEST PROFIT


"Bom waktu" dolar AS, dan beberapa faktor lain yang mempengaruhi pergerakan pasar finansial Indonesia hari ini akan dibahas pada halaman 3 dan 4.

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sempat menguat 0,3%, kemudian berbalik melemah dan mengakhiri perdagangan di 6.122,495, minus 0,36%. Meski akhirnya melemah, investor asing tercatat melakukan aksi beli bersih sebesar Rp 312 miliar.

jkse

Sentimen pelaku pasar sempat membaik setelah bank sentral China (People's Bank of China/PBoC) lagi-lagi menyuntikkan likuiditas di sistem perekonomian, guna menenangkan pasar yang dibuat cemas akibat masalah krisis utang raksasa properti China, Evergrande Group.

Evergrande Group yang berisiko gagal bayar membuat sentimen pelaku pasar memburuk di awal pekan lalu. Hingga saat ini, investor masih menanti perkembangan kasus Evergrande yang harus membayar bunga obligasi jatuh tempo berdenominasi dolar AS pada Kamis pekan lalu senilai US$ 83 juta. Total utang Evergrande dilaporkan sebesar US$ 305 miliar.

Hingga saat ini pihak Evergrande belum ada berkomentar dan punya waktu 30 hari sebelum secara teknis dikatakan gagal bayar (default).

PBoC kemarin menyuntikkan likuiditas sebesar 100 miliar yuan (US$ 15,47 miliar) atau sekitar Rp 220 triliun ke perekonomian. Dengan demikian sejak pekan lalu, total bank sentral China ini menyuntikkan likuiditas sebesar 320 miliar yuan, terbesar sejak Januari lalu.

Suntikan likuiditas tersebut juga mempengaruhi pergerakan rupiah melawan dolar AS. Meredanya kecemasan akan masalah Evergrande membuat permintaan dolar AS sebagai safe haven menurun, tetapi masih ditopang oleh outlook kebijakan moneter The Fed. BESTPROFIT


Outlook kebijakan tersebut membuat yield obligasi AS (Treasury) menanjak, yang berdampak pada Surat Berharga Negara (SNB). Di awal pekan kemarin, mayoritas harga SBN mengalami pelemahan, tercermin dari penurunan imbal hasil (yield)."Dolar AS masih terjebak antara persimpangan The Fed yang hawkish dan meredanya kecemasan akan potensi default Evergrande," kata analis Commonwealth Bank of Australia
Dalam pengumuman kebijakan moneter pekan lalu, The Fed menyatakan akan segera melakukan tapering dan memperoyeksikan suku bunga naik di tahun depan, lebih cepat dari sebelumnya di 2023.

idr

Hanya SBN tenor 15, 25 dan 30 tahun yang yield-nya turun, itu pun sangat tipis. Sementara tenor lainnya naik. PT BESTPROFIT FUTURES

Pergerakan yield berbanding terbalik dengan harga SBN, ketika yield turun harganya naik, begitu juga sebaliknya. Ketika harga naik artinya ada aksi beli, yang hanya terjadi di tenor 15, 25, dan 30 tahun.

Sumber : Jakarta, CNBC Indonesia 

No comments:

Post a Comment