Friday, November 1, 2024

IHSG Dibuka Loyo Lagi Usai BPS Umumkan Data Inflasi

 

Layar digital pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Senin (11/9/223). (CNBC Indonesia/Tri Susilo)
Foto: Layar digital pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Senin (11/9/223). (CNBC Indonesia/Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dibuka cenderung melemah pada awal perdagangan sesi I Jumat (1/11/2024), setelah Badan Pusat Statistik (BPS) merilis data inflasi Indonesia periode Oktober 2024.

Data Indeks Harga Konsumen (IHK) Indonesia yang dirilis oleh BPS mengungkapkan tren deflasi RI telah berakhir. BPS mencatat IHK Indonesia mengalami inflasi 0,08% (month to month/mtm) pada Oktober 2024 setelah IHK tercatat deflasi selama lima bulan beruntun.

Pada pembukaan perdagangan hari ini, IHSG dibuka turun tipis 0,04% ke posisi 7.571,10. Selang lima menit setelah sesi I dibuka, koreksi IHSG makin membesar yakni melemah 0,31% ke 7.550,51. Nilai transaksi indeks pada awal sesi I hari ini sudah mencapai sekitar Rp 784 miliar dengan volume transaksi mencapai 1,2 miliar lembar saham dan sudah ditransaksikan sebanyak 91.999 kali.

Pergerakan IHSG pada hari ini akan diwarnai oleh berbagai rilis data ekonomi di dalam dan luar negeri, terutama0 data inflasi dan manufaktur RI.

Data terbaru menunjukkan bahwa aktivitas manufaktur Indonesia kembali mengalami kontraksi pada Oktober 2024. Kontraksi ini memperpanjang masa koreksi manufaktur RI menjadi empat bulan beruntun.

Data Purchasing Managers' Index (PMI) yang dirilis S&P Global hari ini menunjukkan PMI manufaktur Indonesia terkontraksi ke 49,2 pada Oktober 2024. Angka ini tidak berubah dibandingkan September.

Namun, data tersebut juga menunjukkan PMI Manufaktur Indonesia sudah mengalami kontraksi selama empat bulan beruntun yakni pada Juli (49,3), Agustus (48,9), September (49,2), dan Oktober (49,2).

Kontraksi empat bulan beruntun ini mempertegas fakta jika kondisi manufaktur RI kini sangat buruk.

Terakhir kali Indonesia mencatat kontraksi manufaktur selama empat bulan beruntun adalah pada awal pandemi Covid-19 2020 di mana aktivitas ekonomi memang dipaksa berhenti untuk mengurangi penyebaran virus.

Pada awal pandemi, PMI sempat mengalami kontraksi empat bulan beruntun yakni pada April-Juli 2020.

Kontraksi PMI Manufaktur selama empat bulan beruntun pada Juli-Oktober 2024 juga menjadi awal berat bagi Presiden Prabowo Subianto yang baru dilantik pada 20 Oktober.

PMI menggunakan angka 50 sebagai titik mula. Jika di atas 50, maka artinya dunia usaha sedang dalam fase ekspansi. Sementara di bawah itu artinya kontraksi.

S&P menjelaskan manufaktur Indonesia mengalami penurunan marginal dan tidak berubah angkanya karena melemahnya output, pesanan baru, dan tambahan lapangan pekerjaan. Kondisi ini mencerminkan lesunya pasar manufaktur serta tenaga kerja.

"Manufaktur Indonesia terus menunjukkan kinerja yang lesu pada Oktober, dengan produksi, pesanan baru, dan lapangan pekerjaan semuanya mengalami penurunan marginal sejak September," tutur Paul Smith, Direktur Ekonomi di S&P Global Market Intelligence, dalam website resminya.

Sementara itu, Indeks Harga Konsumen (IHK) Indonesia diperkirakan akan naik atau mencatat inflasi secara bulanan (month-to-month/mtm) pada Oktober 2024 setelah lima bulan mengalami deflasi.

Inflasi pada Oktober dipicu oleh kenaikan sejumlah bahan pokok. Badan Pusat Statistik (BPS) akan mengumumkan data IHK Oktober 2024 pada hari ini.

Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia dari 15 institusi memperkirakan IHK Oktober 2024 diperkirakan mengalami inflasi 0,03% (mtm).

Jika IHK (mtm) mencatat inflasi maka ini menjadi inflasi pertama dalam enam bulan. Seperti diketahui, Indonesia mengalami deflasi (mtm) selama lima bulan beruntun.

Catatan ini hanya lebih buruk dibandingkan pada 1999 atau era di mana Indonesia masih menghadapi dampak Krisis 1997/1998. Deflasi Mei- September 2024 juga menjadi catatan buruk periode-periode akhir Presiden Joko Widodo (Jokowi). Kondisi ini memicu kekhawatiran mengenai melemahnya daya beli.

Hanya dua dari 12 institusi yang menyampaikan bahwa Indonesia akan kembali mengalami deflasi dan memperpanjang tren deflasi yang sebelumnya telah terjadi sejak Mei 2024 atau lima bulan beruntun. Jika hal ini kembali terjadi, maka Indonesia akan mengalami deflasi enam bulan beruntun.

Sementara IHK secara tahunan (yoy) diperkirakan melandai di bawah level 2% atau tepatnya 1,67%. Angka ini lebih rendah dibandingkan inflasi September 2024 yang sebesar 1,84% yoy.

CNBC INDONESIA RESEARCH

No comments:

Post a Comment