Friday, October 7, 2022

OPEC+ Buat Dunia Kacau Balau! IHSG Semoga Kuat...

 Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto) Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)


PT BESTPROFIT FUTURES JAMBI  - Pasar keuangan Indonesia kompak reli selama tiga hari beruntun hingga pada Kamis (6/102022), ditandai dengan menguatnya Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan nilai tukar rupiah. Namun, pasar obligasi ditutup beragam.

IHSG pada awal perdagangan kemarin sempat menguat 0,44% hingga menyentuh level psikologis 7.100, sebelum akhirnya memangkas penguatannya hingga berakhir naik tipis 0,02% ke 7.076,623. PT BESTPROFIT

BEST PROFIT

Penguatan IHSG dibantu oleh tujuh indeks sektoral, di mana sektor teknologi berhasil naik cukup tajam 0,98%. Kemudian, indeks sektor keuangan, yang memiliki pangsa pasar terbesar juga menguat 0,53%.


Total volume transaksi mencapai 22,23 miliar saham dengan nilai transaksi Rp 15,93 triliun. Nilai transaksi tersebut lebih besar dari pada perdagangan Rabu (5/10) yang hanya di Rp 12,22 triliun. BESTPROFIT


Investor asing tercatat melakukan aksi beli (net buy) hingga Rp 4,06 triliun di semua pasar.

Dinamika IHSG tidak searah dengan pergerakan bursa saham Asia yang ditutup bervariasi. Indeks Nikkei 225 Jepang ditutup menguat 0,7% ke posisi 27.311,3, ASX 200 Australia naik tipis 0,03% ke 6.817,5, dan KOSPI Korea Selatan melesat 1,02% ke 2.237,86. PT BESTPROFIT FUTURES

BPF­

Sedangkan untuk indeks Hang Seng Hong Kong ditutup melemah 0,42% ke posisi 18.012,15 dan Straits Times Singapura turun tipis 0,05% menjadi 3.151,56.

Sementara untuk pasar saham China hingga hari ini masih belum dibuka. Pekan ini merupakan Golden Week atau libur panjang di China, memperingati serangkaian Hari Nasional China. Bursa Asia-Pasifik pada akhirnya berakhir beragam kemarin, setelah selama dua hari beruntun mencatatkan penguatan.

Senasib, nilai tukar rupiah berhasil menguat terhadap dolar AS kemarin, dengan begitu Mata Uang Garuda telah terapresiasi selama tiga hari beruntun.

Melansir data Refintiv, rupiah membuka perdagangan dengan stagnan di Rp 15.190/US$, setelahnya berbalik melemah tipis ke Rp 15.202/US$.

Di penutupan perdagangan, rupiah berada di Rp 15.185/US$, menguat tipis 0,03% saja di pasarspot.

Sementara, pasar obligasi ditutup beragam, di mana pada SBN tenor 3, 15, 20, dan 30 tahun diburu oleh investor, ditandai dengan turunnya imbal hasil (yield). Sedangkan sisanya dilepas oleh investor, ditandai dengan naiknya yield.

Melansir data dari Refinitiv, SBN tenor 1 tahun menjadi yang paling besar kenaikan yield-nya yakni menanjak 8,5 basis poin (bp) ke posisi 5,561%.

Sedangkan untuk yield SBN bertenor 30 tahun menjadi yang paling besar penurunan yield-nya yakni menurun 4,2 bp menjadi 7,351%.

Sementara untuk yield SBN berjatuh tempo 10 tahun yang merupakan SBN acuan (benchmark) negara naik 1,8 bp menjadi 7,219%.

Yield berlawanan arah dari harga, sehingga turunnya yield menunjukkan harga obligasi yang sedang menguat, demikian juga sebaliknya. Satuan penghitungan basis poin setara dengan 1/100 dari 1%.

Meski katalis global sedang tidak bersahabat, tapi pasar keuangan Indonesia masih berhasil menguat, bahkan selama dua hari beruntun.

Salah satu katalis negatif kemarin yakni, kartel Negara Pengekspor Minyak Mentah (OPEC) begitu juga Rusia dan beberapa lainnya yang disebut OPEC+kemarin memangkas tingkat produksinya, sebesar 2 juta barel per hari mulai bulan November 2022.

Langkah OPEC+ tersebut mendapat kritik dari banyak pihak, termasuk dari Amerika Serikat (AS).

Brennock, Analis senior di PVM Oil Associates di London bahkan mengatakan OPEC+ bertindak egois dan lebih mementingkan duit, padahal banyak negara saat ini menghadapi masalah akibat tingginya inflasi.

"Supply yang sudah ketat, dan kini malah semakin dikurangi akan langsung memukul konsumen. Itu adalah langkah yang egois dan hanya bertujuan untuk mendapatkan profit. Pendek kata, OPEC+ memprioritaskan harga di atas stabilitas dalam kondisi yang penuh ketidakpastian di pasar minyak mentah," tambahnya. Jakarta, CNBC Indonesia

No comments:

Post a Comment